Kegiatan Belajar 4 Nilai-Nilai Keluarga
Kristen
Nilai-Nilai Keluarga Kristen
A. Konsep Nilai
Bagi Keluarga
Menurut Kurt Baier dan Nicholas, Nilai adalah sifat umum dari sebuah objek
atau
pernyataan keadaan yang dipandang oleh seseorang sebagai kebaikan, diyakini
bermanfaat dan suka untuk dimajukan atau dikembangkan. Maksud dari nilai adalah apa saja yang
kita
pandang penting, berguna, berfaedah, bermakna atau berharga dalam hidup. Hal yang berharga itu senantiasa mempengaruhi perasaan, pikiran,
sikap dan perilaku sehari-hari. Biasanya orang
berupaya mengejar hal yang
dianggap dan dirasakan bernilai dalam hidup. Mereka berjuang mewujudkan segala
yang dipandang
bermakna
bagi kehidupan apa
pun resiko, tantangan dan
hambatannya. Orang
bahkan bersedia mengorbankan diri, waktu, harta, jabatan
bahkan keyakinannya demi mewujudkan
nilai-nilai hidup yang
diyakini berharga (bdg. Mat.13:44-46). Misalnya karena kedudukan begitu berarti, orang memberikan
energi dan pemikiran untuk
meraih serta mempertahankannya, sekalipun
harus mengabaikan waktu bermakna bagi pembangunan iman. Alhi filsafat.
M.Sastrapratedja, mengemukakan bahwa ketika kita berbicara tentang nilai,
harus ada sejumlah perkara yang
patut kita perhatikan. Pertama, nilai dipilih seseorang untuk dipegang, diinternalisasi dan
dipelihara, kedua, nilai dipilih untuk dipelihara setalah mempertimbangkan berbagai alternative yang
ada. Ketiga, orang memilih
nilai setelah mempertimbangkan akibatnya,
Keempat, hal yang dianggap orang bernilai akan diwujudkannya dalam hidup sehari-hari. Kelima, nilai
merupakan
kaidah hidup bagi yang
menganutnya, keenam, nilai merupakan
hal
yang positif
sehingga dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati, bahkan membuatnya puas dan bersyukur. Ketujuh, nilai membuat orang
berani menyatakan dirinya dihadapan
orang lain. Akhinya nilai membuat orang mengembangkan kepribadiannya. Betapa pentingya masalah nilai dalam kehidupan.
Nilai melandasi sikap
dan pemikiran
seseorang terhadap diri dan sesamanya. Nilai selalu mengandung aspek pilihan atau kemauan untuk
mewujudkan nilai tersebut. Hal ini disebabkan
nilai selalu
melibatkan aspek emosi dan
perasaan. Nilai juga mengandung aspek
percaya,
bahwa wujut dari nilai itu
bermanfaat.
Menurut Patricia, nilai adalah
prinsip-prinsip
sosial, tujuan-tujuan
atau
standar yang dipakai atau diterima oleh individu, kelas, masyarakat dan lainnya. Nilai mengandung
aspek komitmen yang
mendorong seseorang bersikap dan bertindak
untuk mewujudkan
nilai dalam kehidupan nyata. Pakar pendidikan nilai, Milton Rokeach, mengemukakan dua jenis saja nilai dalam hidup ini, Pertama, nilai
tertinggi yang menjadi tujuan akhir kehidupan (terminal values).
Maksudnya orang hidup dalam dunia ini dan bertujuan semata-mata untuk mencapai atau mewujudkan nilai-nilai itu seperti: kehidupan bahagia, yang damai dan sejahtera. Kedua, nilai hidup
sebagai alat atau instrument dalam rangka mewujudkan
tujuan akhir tadi (instrumental values). Misalnya, Ambisi, pola berpikir luas, sikap jujur misalnya,
tidak berdiri sendiri melainkan lazimnya merupakan sarana untuk mewujudkan kebahagian.
Perkembangan dunia modern dengan
segala macam tawarannya sangat membutuhkan sikap
dan karakter
individu manusia demi memantapkan nilai-nilai kehidupan manusia
yang bermoral dan berkarakter. Namun sayangnya banyak
muncul
kecendrungan
masyarakat
khusus keluarga
yang keluar
dari nilai-nilai kebenaran yang sesungguhnya. Nilai tidak hanya menunjuk pada suatu hal yang berharga tetapi lebih juga pada model sikap dan
karakter
yang benar dan bernilai. Nilai selalu menginsipirasikan sikap dan karakter individu yang berubah dari tidak benar menjadi benar, dari tidak etis
menjadi etis. Prinsipnya nilai selalu dinamis,
tidak
statis sebab nilai selalu diarahkan
untuk
mencapai perubahan
diri
yang luhur.
Dalam kehidupan masyarakat ada begitu banyak nilai-nilai yang tidak diajarkan
atau
ditanamkan, namun begitu
kuatnya mempengaruhi kehidupan
manusia. Perkembangan dunia modern dengan berbagai tawaran terus
membentuk
nilai-nilai kehidupan yang
digenggam oleh masyarakat global termasuk juga
komunitas keluarga sebagai masyarakat mini. Nilai sangat berkaitan erat dengan
kebaikan, kendati keduanya memang tidak sama mengingat bahwa sesuatu yang baik tidak
selalu bernilai tinggi bagi seseorang
sebaliknya. Nilai erat kaitannya
dengan keyakinan seseorang baik secara
individu maupun kelompok. Nilai kita rasakan dalam diri kita masing-masing
sebagai suatu
daya pendorong
yang memedomani setiap orang dalam hidupnya. Oleh sebab itu nilai memiliki posisi
yang tinggi dalam realitas kehidupan
manusia.
Sejalan dengan pengertian nilai
yang digambarkan
di atas, G. Barbour menjelaskan bahwa nilai selalu dibentuk dari tiga hal yaitu: Pertama; nilai material, meliputi
nilai kehidupan, kesehatan, kesejatraan
material dan pekerjaan. Kedua;
nilai sosial meliputi, keadilan distributif, kebebasan partisipatip, persekutuan
interpersonal dan pemenuhan personal. Ketiga; nilai
lingkungan hidup, meliputi, sumber daya alam, integritas ekosistem, serta pemeliharaan lingkungan. Melalui nilai kehidupan setiap
indifidu diharapkan dapat memilih
nilai yang
benar bagi diri individu di
tengah tantangan modernitas.
Nilai-nilai yang
diarahkan untuk
membentuk moral dan karakter manusia baik pikiran, perkataan, dan tindakan
seseorang selalu didasarkan pada nilai-nilai agama. Seperti juga yang diungkapkan oleh Rahmat Mulyana, bahwa nilai mencakup segala hal yang dianggap bermakna
bagi kehidupan seseorang
yang pertimbangannya didasarkan pada kualitas benar dan
salah,
baik-buruk,
indah
jelek.
B. Bentuk-Bentuk Nilai-Nilai Kristiani.
Nilai tidak bisa terlepas dari iman. Apa atau siapa yang kita imani (objek iman)
mempengaruhi watak
dan moral serta tata nilai kita. Sebaliknya, watak turut
memberi pengaruh terhadap
cara kita beriman yakni cara kita memberikan
respon
terhadap apa yang kita percayai dan siapa yang kita imani. Kata iman dapat diartikan
sebagai kepercayaan, kebersandaran, kebergantungan dan
kesetiaan kepada yang
kita
terima sebagai kebenaran dan bernilai tinggi. Dalam perspektif kristiani, istilah
iman
(faith) dapat diartikan
sebagai respons kita kepada Allah
Tritunggal (Bapa,
Putra dan Roh Kudus) serta penyataan-Nya. Kita percaya kepada-Nya dan bersandar
penuh kepada-Nya. Iman kepada Allah
juga terkait dengan keyakinan
kepada hal yang dikomunikasikan
atau
diwahyukan-Nya secara tertulis dalam Alkitab.
Corak dan watak dari akhlak
dan
tata nilai kita ikut serta membentuk cara
beriman kepada Allah dan firman-Nya. Sebaliknya, kualitas iman atau keyakinan
pun turut mempengaruhi watak, nilai hidup
dan moral kita. Iman dapat kita anggap
sebagai sumber atau norma bagi moral, watak dan tata nilai. Hal yang
kita
imani atau kepada siapa kita beriman, turut menguasai watak, nilai,
dan moral. Setiap orang
percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dalam hati, Roh Kudus akan membentuk watak, nilai hidup dan
moralitas kita sedikit banyak menjadi berbeda
dengan mereka yang tidak beriman kepada-Nya. Kahadiran Kristus
dalam hidup kita melahirkan
pembedaan.
Kehadiran Yesus melalui Roh-Nya dalam hidup, membuat kita sebagai ciptaan baru dan terus menerus mengalami pembaharuan nilai hidup dengan Tuhan dan sesama manusia (2 Kor. 5:17). Iman kepada Yesus Kristus seharusnya merupakan iman
yang hidup dan diwujudkan
dalam sikap
dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Iman
tanpa perbuatan adalah
mati (Yak.
2:26). Sikap dan tindakan tersebut disebut dengan nilai-nilai (values) yang merupakan
standard yang ditetapkan Allah sendiri dalam firman-Nya, dan bukan standard yang ditetapkan oleh manusia. Beberapa nilai Kristiani yang harus ditanamkan kepada generasi adalah:
Kebenaran
(Truth). Kita harus memegang
kebenaran dan
mengajarkannya, yaitu kebenaran berdasar kepada Alkitab. Dalam kebenaran ini juga terletak integritas dan kejujuran,
di mana ada keselarasan antara apa yang dikatakan
dan dilakukan.
Kesalehan (Righteousness). Setiap orang percaya harus hidup
berfokus dan
berpusat pada Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Wujud kesalehan hidup dapat di ukur dari kerajinan setiap orang
percaya untuk rajin berkutu dengan Tuhan dalam doa setiap
hari, setia membaca dan
merenungkan
kebenaran Firman Tuhan dalam hidup keseharian hidup, serta rajin beribadah dalam persekutuan dengan jemaat (kesalehan ritual). Kesalehan ritual ini tidak bisa dipisahkan dengan kesalehan sosial, keduanya harus berjalan seiring karena wujud dari kasih dan ketaatan kita kepada Allah harus
dapat diimplementasikan kepada sesama manusia.
Kekudusan (Holiness). Kekudusan adalah standar
moral yang
ditetapkan Allah bagi setiap orang
yang mau menjalin relasi dengan diri-Nya. Allah itu kudus karena itu setiap orang percaya dituntut untuk menempatk Kristus di hatinya harus kudus. Kudus
mengandung arti dipisahkan, dikhususkan, dibersikan untuk dipakai Tuhan dalam
pekerjaan-Nya. Orang Kristen
telah dipisahkan dari dunia yang
gelap
ini
untuk tujuan khusus, yaitu sebagai garam dan
terang. Kekudusan mencakup baik pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Orang
percaya dikuduskan supaya dipakai oleh
Tuhan
sebagai alat dalam tugas dan karya-Nya di dunia (Kis. 1:8)
Kesetiaan (Faithfulness). Sifat setia sangat diharapkan dimiliki oleh setiap orang
percaya. Kesetiaan
orang Kristen harus didasarkan kepada kesetiaan Allah sendiri yang senantiasa
menyertai kita. Kesetiaan kepada Tuhan ini juga harus ditunjukkan dengan
kesetiaan atau loyalitas dalam gereja lokal, kepada pasangan, dan hal lain yang
dikehendaki Tuhan. Kesetiap sebagai wujud
komitmen seseorang atas apa yang dia yakini dan
janjikan
sepanjang hidup yang
dia
jalani.
Keutamaan (Excellency). Semangat untuk
memberikan yang
terbaik kepada Tuhan
dan
sesama
tentunya diilhami
oleh Allah sendiri yang telah memberikan yang
terbaik,
dalam hidup kita sehingga, Allah dalam diri Yesus Kristus mau terlibat dalam panggung
sejarah keselamatan bagi manusia. Yesus Kristus adalah pribadi dari Allah yang esa sendiri dan
tidak ada allah lain yang lebih berkuasa dari-Nya. Ketika Yesus telah
menyelesaikan misi keselamatan bagi manusia mati dan bangkit, Dia berkata segala kuasa di Sorga dan di bumi
telah diberikan kepada-Ku (Mat.28:18). Yesus harus
ditempatkan sebagai poros atau pusat dari seluruh keyakinan dan kekuatan kita untuk melakukan segala karya dan bakti di dunia ini. Keyakinan kita kepada Kristus menjadi jaminan kesalamatan jiwa dan seluruh hidup umat manusia, tidak ada nama lain
di dunia ini yang dapat memberikan jaminan
selain Dia (Kis.4:12; Yoh.14:6).
Kasih (Love). Manusia adalah makhluk social, dia tidak bias hidup sendiri tetapi dengan
sesama manusia lainnya. Allah menuntut setiap
orang percaya untuk
memberi nilai
kasih kepada Allah dalam wujud nyata
kepada sesame bukan dalam kata tetapi
melalui perbuatan yang benar dan tertanggungjawab
(1 Yoh. 3:17-18). Kasih
kepada Allah diwujudkan kepada sesame manusia. Allah hadir melalui orang lain.
Di sini kita
menempatkan
teologi
wajah
Allah
dalam kehidupan
orang lain. Kasih agape yang
dinyatakan dengan kesediaan
untuk menerima orang
lain, mengampuni yang bersalah, dan menyalurkan berkat Tuhan bagi mereka yang membutuhkan.
C. Teknik Penanaman
Nilai-Nilai Hidup.
Persoalan
penanaman
nilai-nilai hidup
tentunya menjadi masalah yang
cukup besar
dan
ramai dibicarakan, baik dalam pendidikan formal maupun
non formal, seperti keluarga. Beberpa pakar memberi kesimpulan,
bahwa pendidikan
selama ini telah gagal
menenamkan nilai-nilai hidup
secara universal, seperti kejujuran,
kesabaran, kerendahan hati. Dua hal mendasar yang
menjadi penyebab gagalnya penanaman nilai-nilai bagi anak,
yaitu.:
- Penanaman nilai lebih berorientasi pada hal yang sifatnya mekanik, sehingga esensi dari nilai itu hilang.
- Kurangnya teknik yang tepat dalam menanamkan nilai.
Nilai yang benar dan yang baik dalam kehidupan manusia adalah nilai yang
mampu membuat setiap individu mengalami perubahan diri. Nilai–nilai
tersebut dapat dijumpai melalui suatu proses penanaman
nilai (inculcation approach).
Dengan
tekniknya:
- Indoktrinasi dengan tahapannya: Brainwashing, yakni penanaman nilai dengan jalan mengacaukan tata nilai yang sudah ada, sehingga mereka tidak memiliki pendirian lagi. Saat perhatiannya kosong dan anak tidak dapat mengontrol dirinya, maka teknik fanatisme diberikan yaitu menanamkan ide-ide baru yang dianggap benar, sehingga nilai-nilai itu dapat masuk ke otak tanpa melalui pertimbangan rasional. Teknik ini lebih banyak menggunakan teknik emosional, daripada rasional. Apabila telah menerima secara emosional, maka ditanamkan doktrin sesungguhnya.
- Moral reasoning, yaitu model penalaran nilai. Teknik ini dilakukan dengan beberpa tahap, (a) penyajian moral. Pada tahap ini, anak diperhadapkan dengan problematik dilema moral, yang bersifat kontradiktif dari yang sifatnya sederhana ke yang paling kompleks, dan kemudian nilai-nilai itu diorganisir
- values clarivication, yaitu klarifikasi nilai, teknik dilakukan guna membantu anak menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya, dengan cara pemberian contoh, mengenal kelebihan dan kekurangan, mengorganisasikan tata nilai pada anak.
- Internalisasi values, teknik penanaman nilai yang sasarannya sampai pada kepemilikan nilai yang menuju kedalam kepribadian anak, karakteristik atau mewatak. Tahapan teknik ini adalah transformasi nilai, sifatnya searah dan transaksi nilai dalam bentuk komunikasi dua arah.
- Pengalaman, proses penanaman nilai melalui pengalaman-pengalaman kepada anak, sehingga anak mendapat pengalaman-spiritualitas, maupun moral.
- Pendekatan pembiasan, tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis terjadi tanpa direncanakan.
- Pendekatan emosional, upaya untuk menggugah perasaan emosi dalam meyakini konsep ajaran nilai-nilai universal serta dapat merasakan mana nilai yang benar dan yang buruk.
- pendakatan rasional, menggunakan rasio untuk menilai yang benar dan salah
- Pendekatan fungsional, lebih menekankan pada segi kemanfaatan.
- Pendekatan keteladanan, memperlihatkan keteladan.
Nilai adalah bagian yang sangat penting
atau
berguna bagi
kemanusiaan
sebab
nilai
adalah suatu yang berharga
yang diapresiasi oleh manusia karena berguna bagi kemanusiaan itu sendiri. Persoalannya bagaimana caranya agar
nilai-nilai
itu
diterima dan
dihayati oleh individu pengguna nilai itu.
Ryan
dan Bohlin dalan
Donny
Kusuma, menyatakan,
nilai-nilai itu diterima dan bertumbuh tergantung
diri
individu yang
secara aktual dapat mengupayakan pengembangan nilai itu. Nilai harus diperjuangkan
melalui percaya dan keyakinan yang sungguh akan kekuatan nilai itu yang mendorong individu berubah kearah kehidupan yang lebih baik.
Ini bukanlah sebuah
filosofis semata,
tetapi
mengandung
makna yang
dalam dimana perubahan dalam diri setiap individu
sangat dipengaruhi oleh percaya dan keyakinan
dirinya untuk berubah atas nilai-nilai agama yang diterimanya melalui sebuah
proses pendekatan penanaman nilai-nilai. Pendekatan penanaman nilai diarahkan untuk
mengubah moral dan karakter
nilai kearah yang
lebih baik dan sempurna akibat dipengaruhi perkembangan modernitas. Oleh sebab
itu hal yang sangat esensial untuk
diperhatikan
dalam pendekatan
penanaman
nilai
ini
adalah menunjukan keteladanan dan memberikan penguatan
bagi individu untuk
mengupayakan
perubahan dirinya dengan percaya serta meyakini akan kemampuan dirinya untuk tidak dikuasai oleh arus
perkembangan dunia yang modern.
Kusuma, mengatakan keluarga adalah
wadah utama
penanaman nilai yang kemudian menjadi contoh pewarisan nilai–nilai
bagi masyarakat secara global, yang tujuannya perubahan diri
individu.
Jika keluarga rapuh moral dan karakternya maka secara eksternal pihak di luar dirinya seperti
contoh lembaga-lembaga keagamaan
mesti menjadi kekuatan pendorong penanaman nilai
bagi keluarga sehingga tercermin gambaran perubahan nilai diri dari
masyarakat secara utuh demi mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan
lembaga pendidikan anak yang terkecil atau yang
pertama. Orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak sekaligus
penolong
mereka untuk mengkomunikasikan nilai-nilai serta ilmu
pengetahuan dalam taraf yang sederhana. Saling bekerjasama, saling percaya demi menunjang
tujuan hidup bersama dalam kehidupan
keluarga. Tujuan hidup itu
akan
terbangun, jika semua anggota keluarga secara khusus orang
tua
dan anak-anak dapat hidup rukun
dan
saling pengertian serta berbagi satu dengan lainya. Lingkungan keluarga dijadikan sebagai wadah
pertama dan utama anak dapatkan sejumlah nilai-nilai
dari
orang tua.
D.
Wujut Peran Keluarga Kristen Dalam menanamkan Nilai-Nilai
Kristen
Implementasi nilai dapat terwujut jika keluarga Kristen menyadari
peran
dan tanggungjawabnya untuk
menanamkan nilai-nilai itu
itu bagi generasinya.
Nilai-nilai Kristen yang
benar ditanamkan oleh
keluarga,
akan
membentuk kepribadian anak berdasarkan
kebenaran
Firman. Wujut peran
keluarga Kristen dapat diuraikan
seperti:
- Memberikan perhatian dan kasih sayan
- Mendidik anak untuk hidup dalam kekudusan, kesalehan, kesetiaan, keutamaan hidup pada Kristus dengan menunjukan cara hidup yang sungguh-sungguh dengan menampilkan perilaku keagamaan dalam keluarga. Keluarga sebagai tempat bernaung kudus. Maksudnya adalah keluarga merupakan tempat penerimaan, pembinaan, pertumbuhan yang memberdayakan anggota-anggota keluarga untuk berperan serta dalam tindakan kasih dan penyelamatan Allah yang terus berlanjut. Bukan berarti kita mencintai dan memuja dan mengisolir diri terhadap masyarakat, tetapi sebaliknya menjadi tempat bernaung kepada anggota keluarga untuk memberikan bimbingan, pertolongan dan penyelamatan untuk lingkungan.
Keluarga yang mencerminkan kasih Allah secara holistik. Di sini kehidupan keluarga perlu
ditata untuk
mencerminkan
atau
merefleksikan kasih Allah yang
memberikan
pengasuhan secara
fisik, mental/emosional, sosial, spiritual/rohani kepada para
anggotanya. Hal ini juga dikenal sebagai kasih
Allah yang bersifat holistik. Hubungan-hubungan di dalam keluarga yang memberi tempat kepada ciri khas, sifat dan tujuan masing-masing anggota secara alamiah adalah hal yang
penting. Dari cara pandang iman,
maka
cara kita saling berhubungan seharusnya menjadi perwujudan
kasih Allah
terhadap
sesama
sebagai anggota
keluarga.
Dalam
persekutuan dengan Kristus,
segala gerak-geriknya, sikap
hidupnya akan
ditentukan oleh kepercayaan dan
pengalaman Kristen dibawah pengawasan Tuhan.
Keluarga adalah pencerita yang alamiah dimana orang yang lebih tua (kakek, nenek,
ayah, ibu) adalah pencerita utama untuk
menceritakan karya-karya Allah yang bernilai di dalam keluarga sebagai kabar kesukaan. Orang
tua
yang bercerita adalah bagian
dalam kebudayaan kita yang seringkali kita abaikan. Keluarga adalah
bayangan dari gereja,
bahkan dari kerajaan Allah. Sepanjang sejarah
kehidupan keluarga Kristen, selalu diperhadapkan dengan masalah-masalah yang mengancam keutuhan hidup. Salah satu hal yang
sangat berpengaruh bagi pertumbuhan nilai-nilai
hidup dalam
keluarga Kristen adalah krisis cinta kasih
antarorang
tua
dan anak,
kurangnya perhatian dan kepedulian orang
tua
tentang pentingnya nilai-nilai hidup yang benar bagi keluarga dan sebagainya.
Orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak sekaligus penolong mereka
untuk mengkomunikasikan nilai-nilai hidup serta ilmu pengetahuan
dalam taraf
yang sederhana. Saling bekerjasama, saling percaya
demi
menunjang tujuan
hidup bersama dalam kehidupan keluarga.
Tujuan hidup itu akan terbangun, jika semua anggota keluarga secara khusus orang tua dan anak-anak dapat hidup rukun dan saling
pengertian
serta berbagi satu dengan
lainya. Lingkungan keluarga
dijadikan sebagai wadah pertama dan utama anak dapatkan
sejumlah nilai-nilai hidup
dari orang tua.
Itu berarti peran dan
tanggungjawab keluarga dalam hal ini orang
tua
adalah memperkenalkan dan
mengajarkan kepada anak
tentang
segala hal dalam kehidupan
anak yang
mesti diterima dan
dipahami, sehingga ajaran dan pengetahuan itu menjadi bekal dirinya untuk hari ini, esok maupun yang
akan datang. Kehidupan orang tua
dalam keluarga yang memberi teladan dapat menjadi transformasi hidup yang
memberikan nilai positif
bagi pertumbuhan dan perkembangan moral dan iman anak kepada Tuhan.
Tugas utama
dari
keluarga bagi pembentukan moral dan karakter anak ialah
meletakan
dasar moral dan karakter melalui penanaman nilai agama yang kuat berdasarkan prinsip kebenaran firman Tuhan (2 Tim.3:16-17; Roma 12:1-2; Maz 119:8-11).