Pages

Kategori

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Paling Dilihat

23 Mei 2020

Bab 5. Pernikahan dalam Perspektif Kristiani


Bab 5. Pernikahan dalam Perspektif Kristiani
Bacaan Alkitab: Kej. 2:24, Yoh. 15:9-17, Efe. 5:22-33


Pengantar
Tidak dapat dipungkiri, pesatnya perkembangan sosial dan perubahan nilai-nilai di sekitar kita dapat mempengaruhi kehidupan pernikahan dan keluarga. Memang ada beberapa perubahan yang positif, misalnya: kesadaran akan hak-hak asasi manusia, martabat manusia, kesadaran etis, kesadaran terhadap ketidaksetaraan, ketidakadilan kedudukan serta peran laki-laki dan perempuan, dan lain-lain. Tetapi dalam kenyataan juga kita jumpai adanya nilai-nilai yang merendahkan martabat hidup perkawinan, misalnya: maraknya hubungan seksual sebelum pernikahan, perselingkuhan, poligami, perceraian, dan kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (KDRT). Oleh karena itu, kita perlu menyadari adanya perubahan-perubahan, mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi, dan berusaha untuk mencegah berbagai permasalahan kehidupan pernikahan. Untuk itu, maka perlu pemahaman yang jelas tentang pernikahan maupun kehidupan berkeluarga secara kristiani.

Pentingnya Persiapan Pernikahan
Selaku orang muda kita pun perlu memikirkan dan mempersiapkan suatu pernikahan yang baik dan memiliki kehidupan keluarga yang berkenan kepada Tuhan. Meskipun pada saat ini kamu baru dalam tahapan mencari atau sedang berpacaran secara sehat.

Hidup menikah dan berkeluarga adalah salah satu pilihan bagi orang Kristen. Meskipun demikian ada juga pilihan lain yang juga dapat dipertanggungjawabkan, yaitu hidup tidak menikah karena bermaksud untuk dapat lebih melayani Tuhan dan sesama. Tentunya kamu pernah melihat orang-orang yang memilih hidup seperti ini. Dalam Alkitab kita juga dapat melihat kehidupan Tuhan Yesus dan Rasul Paulus, yang hidupnya diabdikan untuk kepentingan kemuliaan Allah dan sesamanya. Dalam konteks seperti ini, hidup tidak menikah sesungguhnya juga suatu pilihan yang perlu kita hargai.

Mengapa mempersiapkan suatu pernikahan kristiani itu dianggap penting? Hal itu penting diketahui terutama bagi pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Di samping itu juga penting bagi gereja supaya citra gereja sebagai keluarga Allah, di mana para warganya terdiri dari keluarga-keluarga Kristen dapat dijaga, sekaligus kehendak Allah dapat diterapkan. Banyak tantangan baik dalam kehidupan pernikahan maupun gereja yang harus dihadapi dan sendi-sendi pernikahan Kristen perlu dipertahankan.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam persiapan pernikahan Kristen.
  1. Pentingnya suatu pemahaman yang benar tentang pernikahan Kristen. Pemuda dan pemudi Kristen perlu sungguh-sungguh mengerti hakikat suatu pernikahan Kristen yang disiapkan gereja. Hal ini untuk mengatasi dan sekaligus sebagai solusi terhadap realita di masyarakat yang mengaburkan dan memandang pernikahan bukan sebagai lembaga yang dikuduskan Tuhan.
  2. Perlunya persiapan yang memadai. Pembinaan persiapan suatu pernikahan Kristen adalah hal yang dibutuhkan oleh calon pasangan yang akan menikah, agar mereka dapat mengalami suatu pernikahan yang bahagia dan tercapainya keselamatan di dalam Tuhan.
  3. Secara teknis, persiapan pernikahan Kristen dapat dibagi menjadi dua (2) bagian, yaitu persiapan jangka panjang dan dan persiapan jangka pendek. Yang pertama, persiapan jangka panjang, mencakup pemberian pemahaman sekaligus bekal bagi kehidupan keluarga Kristen. Biasanya hal ini kita sebut sebagai “Katekisasi Pernikahan”, dimana calon pasangan suami dan istri perlu mengenal dasar-dasar teologi pernikahan dan keluarga Kristen, etika, ekonomi keluarga, memahami pasangan, peran seksualitas, dinamika relasi keluarga, dan hal-hal lain yang dianggap penting. Waktu yang dialokasikan biasanya sekitar enam (6) bulan. Yang kedua, persiapan jangka pendek, mencakup persiapan teknis upacara dan perhelatan pernikahan. Seringkali juga dibicarakan upacara secara adat.


Hakikat Pernikahan Kristen
Pada dasarnya tujuan hidup kita sebagai manusia adalah untuk mencapai suatu kebahagiaan dan kesejahteraan.  Pada umumnya hal itu dicapai dengan memilih hidup berkeluarga, yang tentu saja didahului oleh suatu pernikahan. Pernikahan pada hakikatnya adalah suatu persekutuan hidup antara laki-laki dan perempuan karena mereka saling mencintai dan ingin membentuk suatu kehidupan bersama secara tetap, memiliki tujuan yang sama yakni ingin saling membahagiakan dan kalau diperkenankan Tuhan memiliki keturunan. Pada setiap budaya perkawinan dianggap sesuatu yang sangat penting di dalam masyarakat. Sesungguhnya pernikahan bukanlah masalah dua orang saja yang menikah, namun juga menjadi masalah agama dan keluarga besar.

Tujuan dan dasar suatu pernikahan Kristen antara lain:
  1. Suatu pernikahan merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Pernikahan merupakan tata tertib yang suci yang ditetapkan oleh Allah sejak penciptaan manusia. Sebagaimana yang tertera dalam Kejadian 2:24: “... Sebab itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.
  2. Cinta kasih Tuhan Yesus Kristus menjadi dasar pernikahan Kristen (band: Yoh. 15:9-17 dan Ef. 5:22-33). Yang menjadi dasar dari kehidupan pernikahan dan keluarga adalah cinta kasih Tuhan Yesus Kristus kepada Gereja-Nya. Suami dan istri dipanggil untuk saling mencintai secara timbal balik, secara total dan menyeluruh, serta kemauan untuk saling memberi dan menerima.
  3. Untuk saling membahagiakan dan mencapai kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, kedua belah pihak baik istri maupun suami mempunyai tanggung jawab dan memberi sumbangan yang bermakna untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan suami istri.
  4. Dalam pernikahan dengan perspektif Kristen, nikah dipandang sebagai suatu peraturan monogami. Karena monogami merupakan suatu refleksi dari kasih agape, yaitu kasih yang saling melayani, tanpa pamrih, dan eksklusif. Realita dwi tunggal, suatu kebahagiaan duniawi yang terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita.


Kasih dalam Keluarga Adalah Gambaran Cinta KasihTuhan
Pernahkah kamu memperhatikan pasangan suami isteri di jemaat? Bagaimana pendapat kamu tentang pasangan-pasangan suami-istri tersebut? Seringkali kita menemukan di jemaat kita beberapa pasangan yang meskipun usia pernikahannya sudah cukup lama, namun relasi mereka sangat akrab dan mesra. Meskipun usia meraka sudah tua, namun mereka masih tetap menunjukkan teladan pernikahan Kristen yang baik. Mereka menunjukkan bagaimana mereka dapat saling membantu, sabar menunggu, peduli satu terhadap yang lain, bergembira bersama, dan saling mendukung dalam pelayanan. Pasangan-pasangan tersebut, ternyata dalam realita mempunyai dampak yang besar di jemaat. Banyak pasangan dan keluarga yang menghargai kehadiran mereka, sekaligus mereka menjadi contoh pasangan suami-istri yang diberkati dan menjadi berkat di jemaat. Demikian pula pernikahan dan keluarga yang dijiwai dan dihidupi oleh cinta kasih akan memancar keluar menjadi kesaksian yang menarik dan sebagai suatu pewartaan hidup kepada orang lain.

Tuhan menciptakan manusia menurut citra-Nya. Ia memanggil manusia untuk saling mengasihi sekaligus untuk mengasihi Allah. Itulah hakikat cinta kasih. Tuhan memberikan kodrat manusiawi kepada laki-laki dan perempuan, dan memanggilnya untuk saling mengasihi dan bertanggung jawab dalam hidup dan persekutuan. Satu-satunya “lingkungan” yang memungkinkan penyerahan diri dalam arti sepenuhnya ialah pernikahan, dimana disitu ada perjanjian cinta kasih antara suami-istri yang dipilih secara sadar. Pernikahan Kristen merupakan pernikahan yang eksklusif dan unik, untuk hidup dalam kesetiaan sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan rencana Allah Sang Pencipta.

Keluarga Kristen sesungguhnya menerima dan menjadi pewarta kabar gembira. Hal itu dapat dimulai sejak saat persiapan pernikahan, sebagai suatu perjalanan iman, suatu kesempatan dan peluang dimana para calon pengantin semakin memperdalam imannya dan dengan bebas menerima panggilan Kristus untuk mengikuti-Nya dalam hidup berkeluarga.

Melalui peristiwa hidup sehari-hari, baik suka maupun duka, baik untung maupun malang, sehat dan sakit, Allah mendatangi mereka untuk menyatakan dan menyampaikan suatu tawaran dan undangan agar mengambil bagian dalam cinta kasih Kristus. Oleh karena itu, keluarga Kristen dipanggil untuk menjadi suatu komunitas yang mewartakan kabar baik atau Injil. Keluarga Kristen, seharusnya menjadi tempat dimana Injil ditaburkan dan selanjutnya diwartakan keluar. Dengan demikian, setiap anggota keluarga Kristen, baik bapak, ibu, maupun anak-anak menjadi penerima sekaligus menjadi pewarta Injil. Dengan demikian, para orang tua tidak hanya mewartakan Injil kepada anak-anak-Nya, namun juga seharusnya terbuka untuk menerima Injil dari mereka.

Pentingnya Komunikasi dalam Pernikahan dan Keluarga
Sesungguhnya setiap orang yang akan memasuki suatu kehidupan pernikahan tentu mempunyai keinginan untuk hidup berbahagia dan saling mencintai. Mereka dapat memiliki relasi yang dekat dan akrab dengan pasangannya. Keinginan tersebut sesungguhnya memang indah; namun untuk mencapainya tidaklah mudah. Dalam kenyataannya, banyak keluarga mengalami kegagalan dan kekecewaan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Di sekitar kita, dapat dijumpai banyak pernikahan mengalami masalah serius dan berakhir dengan perceraian. Mengapa hal itu dapat terjadi? Salah satu alasan utamanya adalah karena suami-istri tidak berkomunikasi dengan baik. Oleh karena itu, siapa pun yang akan memasuki pernikahan kristiani seharusnya mendapat pembekalan dan dipersiapkan berkaitan dengan komunikasi.

Memang pada awal suatu pernikahan semuanya terasa mudah, baik suami maupun istri saling mendahului dalam usaha membahagiakan dan menomorsatukan pasangannya. Dalam keadaan demikian, tentu saja proses penyesuaian diri dapat berjalan dengan bagus dan berhasil. Hal-hal yang kurang menyenangkan, maupun sifat dan sikap pasangannya yang kurang disukai tidak terlalu diperhatikan. Relasi dan komunikasi antarmereka masih dekat dan akrab karena ada komunikasi dari hati ke hati yang disertai oleh cinta kasih yang hangat.

Meskipun demikian, keadaan tersebut ternyata sering kali tidak berlangsung lama. Pada beberapa kasus dalam rumah tangga, begitu mereka dianugerahi seorang anak dari Tuhan, perhatian kepada pasangan mulai terbagi. Sang Ibu sibuk merawat anak dan rumah tangga, sedangkan sang Bapak tanggung jawabnya mulai bertambah, ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak disadari lama-kelamaan relasi mereka mulai renggang dan komunikasi mulai ada masalah. Mereka hidup dalam dunia masing-masing, baik tenaga, perhatian, maupun waktu, tersita oleh kesibukan, oleh anak, maupun tugas sehari-hari. Bicara dari hati ke hati mulai kurang dilakukan. Selisih paham dan salah tafsir sering meningkat menjadi suatu pertengkaran. Sifat dan sikap pasangannya yang dahulu dikagumi lambat laun menjadi masalah tersendiri, bahkan menjadi penghambat untuk mengembangkan komunikasi, sehingga menimbulkan kekecewaan dan perasaan negatif. Keadaan ini sering ditambah lagi dengan tantangan dari luar. Misalnya, adanya gangguan dari luar, dari keluarga, lingkungan, dan lain-lain. Seringkali kekecewaan tersebut dipendam di dalam hati. Tetapi pada suatu saat, kekecewaan itu dapat meledak. Ada masalah dalam berkomunikasi, relasi yang hangat diganti ketegangan dan saling mendiamkan. Bila tidak menemukan jalan untuk menyelamatkan keluarga mereka akan jatuh kepada “kepedihan” pernikahan.

Salah satu solusi untuk memecahkan masalah relasi tersebut adalah dikembangkannya suatu komunikasi. Melalui komunikasi segala masalah sesungguhnya dapat dihadapi, bahkan dapat diatasi secara bersama. Relasi pernikahan yang mengalami permasalahan karena kekecewaan seringkali dapat diselamatkan dan dipulihkan.

Komunikasi adalah suatu proses antara dua orang atau lebih untuk memberi informasi dan menerima informasi, sehingga terjadi kesatuan pemahaman. Hal tersebut perlu diusahakan, agar komunikasi bisa berjalan.

Beberapa aspek pendukung komunikasi, antara lain:
  1. Hubungan suami-istri dinomorsatukan di atas segalanya. Hal yang penting menyangkut soal sikap, kepedulian, mementingkan pasangan, mau me- nyediakan waktu, mau menerima, dan mendengarkan. Dalam konteks ini, hubungan lebih penting daripada prestasi.
  2. Hal-hal yang menyangkut masalah keluarga perlu dibicarakan bersama. Diharapkan pada akhirnya akan tecapai suatu kemufakatan, atau paling tidak saling pengertian. Hal-hal yang perlu dibicarakan misalnya, masalah hubungan dengan orang tua dan sanak saudara, masalah ekonomi keluarga, pekerjaan, pendidikan anak, kegiatan dalam masyarakat, penghayatan tentang agama, hobi, dan lain-lain.
  3. Cinta kasih melebihi sekadar perasaan. Karena perasaan dapat berubah-ubah, sedang cinta kristiani adalah tetap setia “dalam suka maupun duka, dalam sehat dan sakit”. Meskipun kehangatan mulai menurun, namun tetap saling menerima apa adanya, saling mau membantu untuk berkembang, dan menemukan pribadi pasangan yang sejati, tanpa memaksa yang lain menjadi seperti yang diinginkan.
  4. Seharusnya kedua belah pihak, minimal setiap hari saling mengucapkan atau mengungkapkan kata yang baik atau kata pujian. Sebaliknya kritik, ejekan, tuduhan, celaan, maupun sindiran sebaiknya dihindari. Apabila timbul perasaan negatif, sebaiknya jangan dipendam atau didiamkan saja, jauh lebih baik apabila dibicarakan secara terbuka.


Pernikahan Menuju Pada Realisasi Gereja Keluarga
Sejak suatu pernikahan dibangun secara kristiani, seharusnya pasangan baru tersebut menyadari bahwa pada akhirnya keluarga yang dihadirkan merupakan suatu “gereja keluarga” atau “gereja domestik” (ecclesia domestica). Pada hakikatnya, gereja merupakan kumpulan dari para keluarga dan pribadi Kristen. Bila keluarga- keluarga Kristen cukup kuat dalam kehidupan kristiani yang mereka usahakan, maka tentu gereja juga akan kuat keberadaannya. Sebaliknya, bila keluarga Kristen tidak melakukan fungsi-fungsi gereja dengan baik, bahkan melupakan identitasnya sebagai keluarga Kristen, tentu saja gereja akan menjadi lemah.

Pasangan yang baru saja menikah secara kristiani, perlu menyadari pentingnya kedudukan keluarga sebagai gereja rumah tangga, di mana keluarga juga dapat menjadi tempat ibadah para anggotanya dengan relasi yang sangat akrab. Apalagi jika di daerah tersebut tidak ada gereja atau gereja yang ada terlalu jauh untuk dijangkau. Bahkan di Rusia dan China, pada saat kekristenan ditindas oleh rezim komunis, maka banyak kebaktian gereja yang dilakukan secara sembunyi- sembunyi. Pada saat itu, keluarga yang berfungsi sebagai gereja domestik sangat berperan dan efektif, bahkan menjadi berkat bagi lingkungannya.

Terdapat persamaan antara gereja dan keluarga, yaitu:
  1. Keluarga dan gereja merupakan suatu institusi atau lembaga yang bertumbuh.
  2. Semua fungsi dan panggilan gereja, juga menjadi fungsi dan panggilan keluarga Kristen, yaitu panggilan untuk melayani (diakonia), bersekutu (koinonia), dan bersaksi (marturia).

Beberapa fungsi dan tugas panggilan gereja di dalam keluarga sebagai “gereja keluarga” atau “gereja domestik”, adalah sama dengan tugas panggilan gereja, antara lain:
  1. Panggilan untuk Melayani. Komunitas keluarga sebagai gereja domestik terpanggil untuk saling melayani dan berkorban antaranggota keluarga yang akhirnya berdampak kepada masyarakat. Semangat melayani ini menuntut adanya keterbukaan, saling menerima, saling pengertian, kesabaran, dan pengampunan. Keluarga merupakan sekolah pertama untuk mengajarkan nilai-nilai pelayanan yang menjadi prinsip keberadaan serta perkembangan gereja dan masyarakat. Keluarga menjadi tempat yag paling efektif untuk memanusiakan manusia secara khusus menjaga dan mewariskan nilai-nilai etis. Salah satu contoh praktis dapat dibaca dalam 1 Petrus 4 ayat 9-10, yang berisi ajakan untuk melayani satu sama lain berdasar karunia yang dimiliki.
  2. Panggilan untuk Bersekutu. Keluarga Kristen pada dasarnya merupakan pesekutuan antarpribadi. Oleh karena itu, keluarga adalah sekolah hidup bersama dan utama. Keluarga Kristen seharusnya menjadi contoh dan stimulus bagi pengembangan relasi, bahkan persekutuan yang lebih luas. Hal ini ditandai dengan adanya dialog, penghargaan, persekutuan bersama, kebaktian bersama, dan doa bersama. Dalam 1 Timotius 4:7b-8 berisi nasihat untuk melatih diri dalam beribadah yang akan berguna dan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Keluarga Kristen seharusnya menjadi sekolah persekutuan dan doa bersama yang sejati untuk berjumpa dengan Yesus Kristus, bukan hanya sekedar untuk memohon dan mengadu, tapi terutama untuk mendengarkan dan merenungkan Firman Tuhan, memuji, menyembah, serta bersyukur. Orang tua bertanggung jawab untuk mengajarkan hal berbakti dan berdoa kepada anak-anak sesuai dengan iman yang telah dinyatakan di dalam pembaptisan maupun pengakuan percaya, agar dapat menyembah Tuhan dan mengasihi sesamanya.
  3. Panggilan untuk Bersaksi. Tugas pokok keluarga Kristen adalah dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di bumi, dengan ikut serta dalam hidup dan misi gereja. Oleh karena itu, keluarga harus menampilkan jati diri maupun misinya sebagai suatu persekutuan hidup di dalam kasih. Keluarga sebagai pusat untuk menghadirkan kabar baik atau injil bagi lingkungannya, sebagai usaha untuk menghadirkan Kristus yang memberikan dirinya bagi dunia. Keluarga perlu solider dan setia kepada kebutuhan lingkungannya. Dengan demikian, keluarga sudah menampilkan dan melaksanakan panggilan bagi lingkungannya.

 Tugas
Jawablah beberapa pertanyaan berikut ini.
  1. Mengapa keluarga disebut sebagai gereja keluarga?
  2. Lihatlah lingkungan di sekitarmu, apakah keluarga-keluarga Kristen sudah melakukan 3 panggilan gereja?
  3. Menurutmu bagaimana cara yang baik agar keluarga Kristen dapat meningkatkan identitasnya sebagai “gereja keluarga”?