Pages

Kategori

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Paling Dilihat

26 Mei 2020

Asal Manusia: Pendasaran Teologis Tentang Siapa Manusia

KB 1: Asal Manusia: Pendasaran Teologis Tentang Siapa Manusia


Dijadikan Menurut Gambar dan Rupa Allah

Manusia sebagai Imago Dei Di dalam penciptaan manusia ada keterlibatan Allah. Dalam Alkitab Perjanjian Lama kitab Kejadian 1:26 “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, kata menjadikan dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani השׂע ‘asah yang berarti “menjadikan” atau “membuat” dengan memakai bahan. Kata tersebut berbicara mengenai tubuh manusia yang diciptakan oleh Allah dengan menggunakan bahan yaitu debu tanah, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kejadian 2:7a) dan kata ארב bara’ yang berarti “menciptakan” dengan tidak memakai bahan, kata tersebut mengacu kepada jiwa manusia yang diciptakan Allah tanpa memakai bahan melainkan Allah langsung menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7b). Kata berikut ialah yatsar yang berarti “membentuk”, bukan bertumbuh dan bertambah-tambah (Kejadian 2:7). Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna dari seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya dan manusia berkuasa atas semua makhluk.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah yang paling spesial, karena Allah menciptakan manusia secara langsung, Allah membentuk manusia itu dengan memakai tangan Allah sendiri (Kejadian 2:7) “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Tidak sama halnya dengan penciptaan makhluk lainnya, Allah menciptakan makhluk lainnya hanya dengan berfirman tanpa Allah membentuk langsung. Allah juga memberikan kuasa kepada manusia atas mahkluk ciptaan yang lain (Kejadian 1:26, 28), merupakan salah satu bukti bahwa manusia itu berbeda dari makhluk ciptaan yang lainnya.

Hal yang paling membedakan manusia dengan makhluk ciptaan yang lainnya ialah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Di dalam bahasa Ibrani tidak ada kata sambung di antara kedua ungkapan tersebut; teks Ibrani hanya berbunyi “marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar rupa Kita. Baik Septuaginta maupun Vulgata memasukkan kata dan sehingga beri kesan bahwa “gambar” dan “rupa” mengacu kepada dua hal yang berbeda. Pada kenyataannya kedua kata tersebut tidak memiliki perbedaan yang begitu jauh melainkan kedua kata tersebut memiliki makna yang hampir sama, keduanya saling melengkapi satu sama lainnya. Terbukti kata tersebut dipakai bergantian di dalam penggambaran penciptaan manusia di dalam Kejadian 1:27 memakai kata gambar “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakanNya,” sedangkan di dalam Kejadian 5:1 di gunakan kata rupa, “dibuatNyalah dia menurut rupa Allah.” Di dalam Kejadian 1:26 dan Kejadian 5:3 mengandung kedua kata tersebut tetapi dengan urutan yang berbeda, ada yang kata gambar yang terlebih dahulu dan ada pula kata rupa yang terlebih dahulu. Kata Ibrani untuk gambar ialah םלצ tselem yang diturunkan dari akar kata yang bermakna “mengukir” atau “memotong.” Maka kata ini bisa dipakai untuk mendeskripsikan ukiran berbentuk binatang atau manusia. Ketika diaplikasikan pada penciptaan manusia dalam Kejadian 1, kata tselem ini mengindikasikan bahwa manusia menggambarkan Allah, artinya manusia merupakan suatu representasi Allah. Kata Ibrani untuk rupa ialah תומד damuwth yang bermakna “menyerupai”. Jadi, orang bisa berkata bahwa kata damuwth di Kejadian 1 mengidentifikasikan bahwa gambar tersebut juga merupakan keserupaan, “gambar yang menyerupai Kita.” Kedua kata itu memberi tahu kita bahwa bahwa manusia mempresentasikan Allah dan menyerupai Dia dalam hal-hal tertentu.


Manusia menjadi mahkota dari semua Ciptaan Allah, karena Alkitab sendiri menuliskan bahwa pada minggu penciptaan dari hari pertama sampai hari ke enam, saat menciptakan Allah berfirman “Jadilah”. Tetapi pada waktu menciptakan manusia terjadi perbedaan. Kejadian 2:7: “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Dengan penuh kasih sayang Ia mengambil debu tanah dan membentuknya, mendekatkan wajah-Nya kepada wajah ciptaan itu dan kemudian menghembuskan kepadanya nafas kehidupan maka jadilah manusia yang hidup. Proses ini menunjukkan betapa dekatnya Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya itu. Dan yang lebih penting lagi adalah manusia itu di ciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Gambar dan rupa Allah pada manusia hendaknya terwujud dalam hidup manusia melalui ketaatannya melakukan kehendak Allah. Manusia dilahirkan sebagai makhluk termulia dan terhormat. Karena itu manusia harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Setiap manusia dilahirkan dengan berbagai potensi, maka setiap manusiapun dipanggil untuk menyatakan kasih Allah dalam hidupnya.

Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya dan, “Alkitab juga menggambarkan Allah dengan memakai organ tubuh manusia. Alkitab berkata mengenai Allah dalam istilah manusia, bahwa Allah mempunyai bentuk (Keluaran 20:14; Bilangan 12:8) dengan kaki (Kejadian 3:8; Kel. 24:10), tangan (Keluaran 24:11), mulut (Bilangan 12:8; Yeremia 7:13) dan hati (Hosea 11:8). Kita harus berhati-hati jangan sampai menyamakan keterbatasan sifat alamiah fisik kita dengan Allah, menjadi terlalu berpikir dari sudut manusia (antromorpis) dalam memandang Khalik. Namun demikian, mengatakan bahwa Allah sama sekali berbeda dengan kita sama salahnya dengan mengatakan bahwa Dia persis seperti kita.” Kalimat ini menjadi acuan untuk menjelaskan serupa dalam gambar dan rupa antara Allah, Pencipta itu dengan manusia ciptaan-Nya.

Pengertian mendasar tentang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah “Hakikat kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kejadian 1:26-27). Citra Allah itu meliputi gambar Allah (imago Dei) dan sekaligus teladan Allah (similitudo Dei). Ini merupakan kelengkapan manusia yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan tugastugas yang telah diberikan-Nya.” Diciptakan menurut gambar-Nya adalah poin yang sangat penting, yang membuat manusia berbeda dengan ciptaan lainnya dan mendapat sebutan mahkota ciptaan Allah. “Kata Ibrani tselem diterjemahkan sebagai imago dalam bahasa Latin, image (gambar) dalam bahasa Inggris, tselem artinya ukiran, patung, wujud yang kelihatan (segi jasmani).” “Diciptakan menurut gambar Allah merupakan salah satu titik awal teologis yang mendasar di mana iman Kristen dimulai ketika kita membahas tempat manusia di alam semesta. Karena gambar Allah yang kita miliki ini maka kita percaya bahwa setiap kehidupan manusia adalah kudus.”

Gambar Allah yang ada di dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu menjadikan manusia itu kudus. Ini memiliki konsekuensi teologis yaitu manusia sebagai mahkota ciptaan harus menjaga bahwa ada perberbedaannya dengan ciptaan lainnya yang di ciptakan oleh Allah pada hari pertama sampai hari ke enam pada minggu penciptaan itu. Perbedaan ini pulalah yang membuat kita bertanggung jawab untuk menjaga gambar Allah yang kudus itu tetap terpelihara di semua lini kehidupan kita. Pada saat Adam dan Hawa diciptakan bukan saja segambar dengan Allah tetapi juga memantulkan tabiat Allah. Kata “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,” kata Ibrani demut diterjemahkan sebagai similitude dalam bahasa Latin dan likeness (rupa) dalam bahasa Inggris, “similitudo Dei artinya teladan Allah, demut berarti keserupaan (segi batin), yakni sebakat, setabiat, sewatak.” Ini menyatakan bahwa sebenarnya sifat-Nya yang kudus itupun diturunkan kepada mahkota ciptaan-Nya yaitu manusia pada waktu penciptaan.

Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara nanum berbeda, setara dalam keberadaan sebagai manusia, keberadaan jenis kelamin (Kejadian 1:27). Menurut gambar Allah Ia menciptakan mereka. Laki-laki dan perempuan Ia menciptakan mereka. Laki-laki dan perempuan sama martabatnya di hadapan Allah sebagai manusia, sebelum maupun sesudah kejatuhan (Kejadian 5:2), sebagai penyandang gambar Allah. Manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut gambar Allah dalam posisi setara tanpa hierarki. Martabat manusia terletak dalam keberadaannya sebagai gambar Allah. Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam mandat yang sama dari TUHAN untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kejadian 1:26, 28-29). Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan atau sebaliknya.

Gambar Allah (imago Dei) dan rupa Allah (demut) yang menjadi berkat Allah yang tidak diberikan kepada binatang dan ciptaan lainya, seharusnya kita syukuri dan jaga. “Dengan kata lain citra Allah yang dimiliki manusia merupakan persekutuan dengan Tuhan sebagai berkat dan karunia sehingga sikap dan kelakuan manusia sesuai dengan gambar Tuhan. Manusia mencerminkan atau memantulkan cahaya kemuliaan Tuhan Allah.” Pernyataan diri Allah yang kudus itu dinyatakan-Nya di dalam diri mahkota ciptaan-Nya itu, baik dari segi jasmani dalam gambarnya maupun dari segi batinnya di dalam tabiat. Ini tidak ditemukan di dalam ciptaan lainnya dan inilah yang membuat manusia itu menjadi khusus dan istimewa. Dengan demikian terdapat tanggung jawab yang berbeda dengan ciptaan lainnya karena gambar dan rupa Allah yang melekat di dalam diri manusia itu.

Implikasi Teologi bagi Manusia sebagai Imago Dei

Allah menciptakan manusia tentunya dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Tujuan Allah dalam penciptaan manusia adalah untuk kemuliaan Allah. Itulah sebabnya manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Maksud dari segambar dan serupa dengan Allah untuk menyatakan kemuliaan melalui kehidupan manusia (Roma 11:36) 2. Untuk Menggenapi Rencana Allah dari awal penciptaan Allah memberkati manusia Adam dan Hawa dalam sebuah pernikahan dan berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Dalam Kejadian 1:28 mengandung beberapa rencana Allah bagi kehidupan manusia. Dimulai dengan kata beranakcuculah disini memiliki dua pengertian: Pertama, beranakcucu secara jasmani yaitu menghasilkan keturunan secara fisik, untuk menggenapi rencana Allah di dalam dunia ini. Kedua, dari bahasa aslinya הרפ parah yang dalam terjemahan Bahasa Inggrisnya fruitful yang berarti berhasil, pertemuan yang berhasil baik, bermanfaat, subur dan penuh keberhasilan. 

Rencana Allah dalam kehidupan manusia untuk mendapat berkat, berguna bagi sesama, menjadi berkat, dan penuh dengan keberhasilan. Kata bertambah banyak dalam bahasa aslinya הבר rabah yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya multiply memiliki pengertian mengalikan dan melipatgandakan. Allah ingin manusia mengembangkan segala sesuatu yang telah Allah berikan atau percayakan kepadanya sebagai contoh talenta yang telah Tuhan berikan dikembangkan untuk melayani Dia, kepandaian yang dipercayakan digunakan untuk memuliakan nama Allah, karunia digunakan untuk membangun tubuh Kristus. Beranakcucu dan bertambah banyak adalah bagian rencana Allah untuk memenuhi bumi dan memuliakan diri-Nya. 

Gambar menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar manusia mengambil bagian dari penggambaran Allah. Rupa menitikberatkan kepada kesamaan daripada tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui pancaindera. Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan bertindak sebagai wakil penguasa. Dengan demikian, kekuasaan manusia mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan kreativitas dan tanggung jawab manusia. Gambar Allah menunjuk kepada keberadaan manusia yang berkepribadian dan bertanggung jawab di hadapan Allah, yang pantas mencerminkan Penciptanya dalam pekerjaan yang ia lakukan, serta mengenal dan mengasihi Dia dalam segala perbuatan mereka. Tubuh manusia dianggap sebagai sarana yang tepat untuk kehidupan rohani. Allah menciptakan manusia dan mengenalnya (Mazmur. 139:13-16), memeliharanya (Ayub 10:12), dan menuntunnya menuju akhir hidupnya. 

Tuhan memberikan otak kepada manusia dengan kuasa untuk berpikir, yang dikemukakan dalam Alkitab Perjanjian Lama, istilah hati (leb) berarti sifat alamiah total secara bersama-sama dari emosi, kemauan dan intelektual laki-laki dan perempuan. Ini mempunyai arti gabungan yang kita sebut ‘pikiran’ (Ulangan 15:9; Hakim-Hakim 5:16-16) atau ‘akal budi’ (Ayub 8:10; 12:3; 34;10) dan sering digunakan dengan ide pikiran atau keinginan seseorang. Dalam pengertian ini, apa yang ada “dalam hati” sebenarnya berarti “apa yang ada dalam pikiran” dan apa yang ada dalam pikiran wanita dan pria membuat mereka sebagaimana mereka ada. “Sebab sebagaimana seorang berpikir dalam hatinya, demikianlah ia.” (Amsal 23:7).” Pada saat di ciptakan pikiran Adam dan Hawa dianugerahi Tuhan kuasa berpikir yang agung dan kudus sebagaimana lingkungan Taman Eden itu dilingkupi kekudusan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa otak manusia di mana pikiran itu berada mengambil peran yang sangat vital di dalam berkomunuikasi dan menjaga gambar/citra, dan rupa Allah yang kudus itu tetap terpantul di dalam kehidupan manusia, sebagai mahkota ciptaan. Allah telah membuat manusia sebagai puncak pekerjaan penciptaan-Nya itu, memantulkan pikiran dan kebesaran-Nya. Hanya manusialah dari antara makhluk di bumi ini yang sanggup menghargai Allahnya. 

Orang sering beranggapan bahwa kemiripan gambar manusia dengan Penciptanya yang dinyatakan dalam gambar Allah, terletak pada karakteristik manusia yang membedakannya dari binatang, seperti rasio, kekekalan dan konsepnya, dan perasaan moral. Penciptaan manusia menurut gambar Allah, secara negatif menyangkal manusia sama dengan Allah. Gambar Allah bukanlah Allah. Semulia-mulia manusia, ia tetap bukan Allah hanya gambar-Nya saja, yang ternyata hanya berasal dari debu tanah (Kejadian 2:7) dan kembali kepada debu (Kejadian 3:7). Jika ia memanipulasi untuk dirinya berbagai bentuk ketaatan dan dedikasi orang lain yang seharusnya untuk Tuhan, maka ia mencuri kemuliaan Allah. Gambar Allah bersifat fungsional, yang mana manusia ditempatkan di bumi untuk menunjukkan kedaulatan Allah atas dunia ciptaan dengan cara menaklukkan dan berkuasa atas bumi (Kejadian 28). Manusia memiliki relasi yang istimewa dengan Allah, penguasa bumi sebenarnya, berkenaan dengan kewajibannya mewakili Yang Mahakuasa untuk menguasai alam. Menguasai alam memiliki pemahaman hidup harmoni dengan alam sebelum Kejatuhan dan belum ada unsur keserakahan manusia untuk menguras alam (Kejadian 1-2). Menguasai alam juga berarti mempelajari hukum-hukumnya, menyelidikinya, mengeksporasinya. Ini bukanlah pekerjaan yang ringan, sehingga diperlukan keseriuasan dan kekuatan manusia. Manusia menjalankan kekuasaannya tetapi terbatas pada yang didapat dari Penciptanya dan semua usaha harus mendatangkan kesejahteraan bagi semua orang bukan hanya segelintir orang saja. 

Kata gambar tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekanNya dan bahwa manusia dapat hidup bersama dengan Allah. Jadi, gambar Allah bukan sesuatu yang dimiliki manusia atau sesuatu kemampuan untuk menjadi melainkan suatu hubungan Allah dengan manusia sebagai mitra kerja atau wakil Allah di bumi. Makna dari gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia adalah: (1) Kemampuan manusia untuk bersekutu dengan Allah (2) kemampuan manusia untuk memahami dan melaksanakan kehendak Allah dalam penciptaan (3) kemampuan manusia untuk memerintah semesta alam bersama dengan Allah. Dan Gambar dan rupa tersebut dapat ditemukan di dalam hakikat kerohanian, kepribadian dengan kesadaran diri, akal budi kehendak dan pertanggungjawaban moral manusia. 

Manusia adalah Imago Dei, wakil Allah di bumi. Dengan demikian, mereka harus benar-benar bergantung pada-Nya untuk bimbingan dan arahan. Ini berarti bahwa mereka akan menggunakan kebijaksanaan dalam melaksanakan pemerintahan Allah, seperti Adam lakukan dalam penamaan hewan, namun menjadi sebuah gambar berarti menjadi tergantung pada sumber dari gambar tersebut. Kejatuhan manusia, saat makan buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, adalah usaha untuk meraih kekuasaan, upaya untuk berpindah dari Imago Dei menjadi Allah sendiri. Mengetahui baik dan jahat adalah sifat dari Allah sendiri, untuk benar-benar tahu apa yang baik dan yang jahat, manusia harus tahu segalanya. Hanya orang yang tahu segalanya bisa dikatakan benar-benar mengetahui perbedaan antara baik dan jahat.

Di satu sisi, Imago Dei tidak terpengaruh oleh Kejatuhan. Manusia diciptakan sebagai gambar Allah, wakil-Nya di bumi. Setelah Kejatuhan, manusia masih Imago Dei, wakil-Nya di bumi. Kejadian 5:1, setelah kejatuhan, mengacu pada manusia sebagai Imago Dei, dan mengacu pada Adam menyampaikan bahwa gambar dan rupa untuk anak-anaknya. Larangan terhadap pembunuhan dalam Kejadian 9: 6 juga menarik fakta bahwa manusia adalah Imago Dei. Hukuman untuk pembunuhan seseorang adalah kematian karena manusia adalah Imago Dei. Hal ini jelas bahwa, meskipun telah jatuh, manusia masih Imago Dei. Apa yang dipengaruhi oleh kejatuhan adalah kemampuan manusia secara benar mewakili Allah di bumi. Sebagai wakil Allah, manusia, sebagai spesies dan sebagai individu, memerintah bumi dalam nama-Nya menurut kehendak-Nya. Saat memberontak terhadap otoritas Allah, Adam dan Hawa kehilangan hubungan mereka dengan Allah. Allah adalah sumber dari segala kehidupan dan persekutuan yang memberi kehidupan antara Allah dan manusia, diperlukan untuk berfungsinya sebagai wakil Allah, ini dilambangkan dengan pohon kehidupan. Dengan diusir dari taman Eden, manusia kehilangan akses kepada Allah, sumber kehidupan mereka. Kerenggangan ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakil-Nya. 

Kejatuhan juga menghasilkan perpecahan dalam umat manusia secara keseluruhan. Sebelum jatuh, pria dan wanita bersatu sebagai satu daging, bersama-sama membentuk Imago Dei. Sebagai akibat dari kejatuhan ditemukan konflik antara suami dan istri, dan orang tua dan anak-anak (Kejadian 3:16). Individu mulai meninggikan diri atas orang lain, membalas dendam atas kesalahan-kesalahan yang nyata atau dibayangkan (Kejadian 4:3-8; 4:23-24). Kemanusiaan tidak lagi bisa berfungsi bersama-sama sebagai Imago Dei. Akhirnya, Kejatuhan menghasilkan ketidakmampuan manusia untuk memerintah atas ciptaan. Bagian tak terpisahkan dari Imago Dei adalah kekuasaan atas seluruh bumi, namun kejatuhan membawa kutukan atas tanah dan atas kemampuan Adam untuk memerintah. Manusia kehilangan kemampuan untuk menjalankan kekuasaan atas ciptaan sebagaimana mestinya. Mandat awal mereka adalah untuk menundukkan bumi. Tapi setelah jatuh, kemampuan untuk menaklukkan bumi hilang. Sekarang manusia harus berupaya untuk menaklukkan bumi, memproduksi semak dan belukar bukannya bijibijian dan buah. Manusia tidak akan pernah bisa menundukkan bumi ke titik di mana ia akan menghasilkan buah tanpa usaha yang besar. Efek kumulatif dari kejatuhan adalah bahwa, meskipun manusia tetap Imago Dei, mereka tidak mampu untuk benar melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai gambar tersebut. Hubungan mereka dengan Allah rusak, sehingga mereka tidak lagi dapat mengetahui dan melaksanakan kehendak-Nya. Hubungan mereka satu sama lain rusak, sehingga mereka tidak lagi dapat berfungsi bersama-sama sebagai Imago Dei. Dan hubungan mereka dengan penciptaan rusak, sehingga mereka tidak bisa lagi memerintah dengan benar, dan tidak akan lagi tunduk aturan manusia. Manusia tidak berhenti menjadi Imago Dei, tetapi manusia tidak lagi berfungsi sebagai wakil Allah yang seharusnya.

Kelahiran baru Imago Dei

Perjanjian Baru juga mengakui dan menegaskan bahwa bahwa manusia tetap Imago Dei. Yakobus 3:9 menggunakan konsep gambar dan rupa dalam banyak cara yang sama seperti Kejadian 9:6 ketika menggunakan Imago Dei sebagai alasan untuk larangan mengutuk dan fitnah. Tapi yang lebih umum adalah penerapan Perjanjian Baru dari Imago Dei kepada Kristus sendiri. Dalam Kolose 1:15, terdapat motif imago Dei yang digunakan untuk menggambarkan sifat Kristus. Latar belakang ayat-ayat adalah Kejadian 1:26-28, dan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi Kristus dengan Adam. "Gambar Tuhan yang tidak terlihat" gema gagasan Imago sebagai representasi. Allah, yang tidak terlihat, terungkap lebih lengkap dalam Kristus, yang mewakili Dia. Dalam memanggil Kristus "yang sulung" atas ciptaan, penulis surat (Rasul Paulus) menekankan keunggulan-Nya, kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Menjadi yang pertama lahir dari antara orang mati berarti keunggulan-Nya membentang di atas semua alam; atas ciptaan, atas gereja, bahkan lebih dari kematian. Imago Dei sebagai berasal dari Kristus dalam bagian ini cocok dengan pemahaman tentang imago sebagai wakil.

Posisi manusia sebagai Imago Dei adalah untuk menjembatani kesenjangan antara Allah yang transenden dan ciptaan-Nya, Kristus sebagai imago menjembatani kesenjangan antara Allah yang kudus dan ciptaan-Nya yang jatuh. Kejatuhan tidak menghapus Imago tapi memisahkan hubungan manusia dengan Allah, diri sendiri dan alam yang memungkinkan mereka untuk berfungsi dengan baik sebagai Imago Dei. Kristus telah datang, sebagai Imago yang benar, untuk memulihkan hubungan-hubungan dan memungkinkan manusia untuk sekali lagi berfungsi sebagai Imago. Kekuasaannya membentang di atas semua ciptaan, atas semua manusia dan bahkan atas kematian itu sendiri. Oleh karena itu Ia mampu mendamaikan manusia dan ciptaan Allah, yang diwakili-Nya. 

Kolose 3:7-11 membantu untuk meletakkan kembali pemulihan hubungan dalam hidup baru, inti dari bagian ini adalah penerapan praktis dari dua pasal pertama dari surat ini. Ini panggilan mereka yang menjadi milik Kristus untuk meninggalkan cara lama mereka hidup dan mengambil cara-cara baru. Cara-cara lama adalah cara manusia lama, atau kemanusiaan lama. Cara-cara baru adalah cara manusia baru, atau kemanusiaan baru. Kemanusiaan baru ini terdiri dari orang-orang yang sedang diperbaharui oleh Kristus. Tujuan dari pembaharuan ini adalah pengetahuan; pengetahuan akan kehendak Allah dan pengetahuan akan Allah sendiri. Pembaharuan ini dikatakan sesuai dengan gambar Sang Pencipta. Dalam proses diperbaharui, orang Kristen diperbaharui ke dalam gambar Kristus.

Pemahaman Imago sebagai perwakilan, bukan hanya sekedar kekuasaan, bagian ini sesuai dengan fungsi Imago yang baik. Penekanan pada menanggalkan kemanusiaan lama dan mengenakan manusia baru adalah penting untuk menjadi wakil Allah yang tepat. Imago Dei itu tidak hilang di kejatuhan; apa yang hilang adalah kemampuan manusia untuk benar mewakili Allah karena keterasingan mereka dari Dia, dari satu sama lain dan dari penciptaan. Manusia lama tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai Imago, tapi manusia baru, yang sedang diperbarui setiap hari, dapat mulai berfungsi dengan baik. Perkembangan menuju pengetahuan tentang Tuhan adalah kuncinya, karena tanpa mengenal Allah dan kehendakNya, tidak ada yang bisa mewakilinya. Tetapi mereka yang sedang diperbaharui dalam pengetahuan akan Allah dapat mulai berfungsi sebagai wakilnya. Kita diperdamaikan dengan dia dan satu sama lain. Semua yang ada di dalam Kristus adalah satu; tidak ada perbedaan yang dibuat karena kategori manusia. Sama seperti semua manusia adalah Imago Dei, semua orang percaya diperbarui sebagai Imago Dei. 

Di dalam Kristus, kita melihat apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan kemanusiaan. Kita dirancangkan untuk menjadi wakil Allah di bumi, kehadiran sesuatu yang transenden di dunia ciptaan-Nya. Kristus datang sebagai wakil Allah yang benar, untuk membangun kembali otoritas Allah di bumi. Dia menjembatani kesenjangan, bukan antara Allah yang transenden dan dunia diciptakan tetapi antara Allah yang kudus dan dunia yang penuh dosa. Di mana Adam memperlihatkan ketidaktaatan, Kristus menunjukkan ketaatan. Dengan demikian ia membuka jalan bagi manusia untuk mendapatkan kembali kemampuan untuk berfungsi sebagai Imago Dei. Kristus adalah Imago sejati dan manusia dapat sekali lagi menyadari Imago hanya melalui dia.

Kristus, Imago sejati, telah datang dan membuka jalan bagi manusia untuk diperbaharui sebagai Imago, dan mulai berfungsi dengan baik sebagai wakil Allah. Pada dasarnya kemanusiaan baru telah dibentuk berfungsi sebagai wakil Allah ke seluruh umat manusia. Fungsi Imago Dei juga hadir dalam Perjanjian Baru. Namun, keberadaanya belum lengkap. Kristus telah diberikan segala kuasa, tetapi tidak semuanya telah benar-benar mengarah kepadaNya. Dengan cara yang sama, kemanusiaan baru telah diperbaharui ke dalam Imago Dei sejati, tapi fungsi penuh dan lengkap sebagai wakil Allah belum terealisasi. Masih ada waktu menunggu pembaruan penuh dan lengkap dari manusia dan kemanusiaan. Hanya dengan demikian hubungan antara Allah dan manusia akan dipulihkan sehingga kita bisa dengan sempurna mengetahui dan melakukan kehendak Allah sebagai wakil-Nya dalam penciptaan baru. Hanya dengan demikian manusia akan didamaikan sepenuhnya satu sama lain sehingga kita secara bersama mendapat Imago Dei dalam penciptaan baru. Dan hanya dengan demikian ciptaan sendiri dapat dipulihkan sehingga tidak lagi menolak kekuasaan manusia. Dan untuk sekali lagi dan untuk selamanya manusia dan kemanusiaan akan menjadi Imago Dei.