Bab VI: Hidup Dalam Kesetiaan
Bahan Alkitab: Kej. 29:13-28; Maz. 85:8-14; Mat. 28:18-20;
Yoh. 3:16
A. PENGANTAR
Menyanyikan lagu
NKB No. 34 “Setia-Mu, Tuhanku, Tiada Bertara”
Setia-Mu, Tuhanku,
tiada bertara
di kala suka, di
saat gelap.
Kasih-Mu, Allahku,
tidak berubah,
‘Kaulah Pelindung
abadi tetap.
Refrein:
Setia-Mu Tuhanku,
mengharu hatiku,
setiap pagi
bertambah jelas.
Yang ‘ku perlukan
tetap Kauberikan,
sehingga aku pun
puas lelas.
Musim yang panas,
penghujan, tuaian,
surya, rembulan di
langit cerah,
bersama alam
memuji, bersaksi
akan setia-Mu yang
tak bersela.
Damai-Mu Kauberi,
dan pengampunan
dan rasa kuatir
pun hilang lenyap,
kar’na ‘ku tahu
pada masa mendatang:
Tuhan temanku di
t’rang dan gelap.
“Setia-Mu,
Tuhanku, Tiada Bertara” adalah kesaksian yang luar biasa yang dibuat oleh
Thomas Chisholm tentang kehidupannya hari lepas hari bersama Yesus. Pendeta
Chisholm selalu percaya bahwa Bapanya yang di surga terus memelihara dan
menyediakan segala kebutuhannya sehari-hari. Sebelum ia meninggal dunia pada
tahun 1960, ia menulis kesaksian pribadinya yang luar biasa ini:
“Penghasilanku
tidak pernah besar karena kesehatanku yang buruk pada usia mudaku, yang
akibatnya terus mengikuti aku sampai sekarang. Tapi aku tidak boleh gagal
mencatat kesetiaan Allah yang memelihara
perjanjian-Nya dengan orang percaya, yang tidak pernah gagal, dan bahwa
Ia telah menunjukkan berulang kali cara-Nya yang luar biasa dalam memelihara
hidupku, yang telah membuat aku sungguh amat bersyukur.”
Diskusikanlah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan temanmu sebangku:
- Kepada siapakah lagu ini ditujukan?
- Perasaan apa yang diungkapkan oleh si penulis lagu ini?
- Apakah kamu setuju dengan kata-kata yang diungkapkannya?
- Kalau ya, coba jelaskan apa alasannya! Apakah kamu punya pengalaman yang serupa seperti yang dialami oleh si pengarang lagu?
- Kalau kamu tidak setuju dengan kata-kata dalam syair lagu ini, jelaskan pula mengapa!
- Menurut kamu, apakah Chisholm berbahagia dalam hidupnya? Mengapa kamu memilih jawaban tersebut?
B. KISAH HACHIKO
Di sebuah stasion
kereta api di Shibuya, Tokyo, Jepang, berdiri sebuah patung perunggu dari
seekor anjing yang bernama Hachiko. Patung ini didirikan pada tahun 1934, namun
hancur pada masa Perang Dunia II. Pada tahun 1948, patung yang kedua didirikan,
dan hingga sekarang patung ini sangat terkenal dikalangan masyarakat Jepang.
Patung ini didirikan di tempat yang sama yang menjadi tempat Hachiko menunggu
tuannya, Prof. Hidesaburo Ueno.
Pada tahun1924,
Ueno, seorang profesor di Departemen Pertanian, Universitas Tokyo, mengambil
Hachiko – seekor anjing jenis Akita–untuk ia pelihara. Sepanjang hidup tuannya,
Hachiko selalu menyambutnya setiap hari di Stasion Shibuya yang tidak jauh dari
rumah mereka. Kejadian ini berlangsung terus hingga Mei 1925 ketika Prof. Ueno tidak
pulang kerumah karena ia menderita pendarahan di otak, dan meninggal dunia.
Ueno tidak pernah kembali ke stasiun kereta api, tempat Hachiko setia menunggu.
Selama sembilan tahun – setiap hari – Hachiko menantikan kepulangan Ueno, tepat
di tempat yang sama ketika kereta api mestinya tiba di stasiun itu.
Kelakuan Hachiko
ini menarik perhatian para pengguna
kereta api itu. Banyak orang yang melalui stasiun itu pernah melihat
Hachiko dan Prof. Ueno bersama-sama setiap hari. Mulanya, orang-orang tidak
begitu senang melihat Hachiko di stasiun itu, khususnya mereka yang bekerja di
situ.
Namun pada 1932,
salah seorang mahasiswa Prof. Ueno melihat Hachiko di stasion itu dan
mengikutinya hingga ke rumah bekas tukang kebun Prof. Ueno. Sang tukang kebun, Kikuzaboro
Kobayashi, menjelaskan latar belakang Hachiko. Setelah itu, sang mahasiswa
menerbitkan tulisan-tulisan tentang jenis anjing Akita yang langka. Ia berulang
kali mengunjungi Hachiko dan selama beberapa tahun kemudian menerbitkan
beberapa artikel tentang kesetiaan yang luar biasa dari anjing itu.
Pada tahun yang
sama, tepatnya 4 Oktober 1932 salah satu artikelnya tentang kisah Hachiko
diterbitkan dalam salah satu koran paling terkemuka di Tokyo, Asahi Shimbun.
Tulisan itu mengejutkan banyak warga Jepang, dan orang-orang mulai membawakan
makanan untuk Hachiko setiap hari selama ia duduk menantikan tuannya.
Nama Hachiko jadi
terkenal di seluruh Jepang. Kesetiaannya kepada tuannya dianggap layak diteladani
setiap orang. Guru-guru dan orangtua menggunakan Hachiko sebagai contoh yang
harus ditiru oleh anak-anak.
Pada 8 Maret 1935
Hachiko ditemukan mati pada sebuah jalan di Shibuya. Setahun sebelumnya
masyarakat membangun sebuah patung perunggu untuk menghormati Hachiko dan
kesetiaannya kepada tuannya. Hachiko sendiri hadir pada peresmian patungnya
itu.
Bagaimana pendapat
kamu tentang cerita diatas? Apakah kamu mempunyai atau pernah mempunyai anjing
yang setia seperti Hachiko? Pelajaran penting apa yang kamu peroleh dari kisah
tentang Hachiko ini? Berapa besar arti kesetiaan yang diperlihatkan Hachiko
kepada tuannya? Kalau kamu menjadi Hachiko, sanggupkah kamu pergi setiap hari
ke stasiun kereta api untuk menantikan kepulangan tuanmu – selama sembilan tahun?
C. YAKUB DAN RAHEL
Kamu masih ingat
kisah Yakub yang mencuri hak kesulungan Esau? Bagian Kejadian 29:13-28 adalah
kelanjutan kisahnya. Setelah mendengar Esau bertekad untuk membunuhnya, Yakub
disuruh ibunya, Ribka, lari ke rumah pamannya, Laban. Di Haran, Yakub bertemu
dengan Rahel yang berparas cantik, anak perempuan Laban. Setelah bekerja selama
sebulan di rumah Laban, Laban menawarkan bayaran kepada Yakub. Yakub setuju
bekerja untuk Laban tanpa bayaran selama tujuh tahun. Syaratnya hanya satu,
setelah tujuh tahun ia diizinkan menikah dengan Rahel.
Namun Laban adalah
orang yang licik. Setelah tujuh tahun Yakub bekerja, Laban memperdayainya
dengan menyerahkan Lea untuk dinikahiYakub.Yakub kecewa. Namun apa boleh buat,
ia sudah resmi menikah dengan Lea.
Lalu Yakub
berkata,
“Apakah yang kauperbuat terhadap aku ini? Bukankah
untuk mendapat Rahel aku bekerja padamu? Mengapa engkau menipu aku?” Jawab
Laban: “Tidak biasa orang berbuat demikian di tempat kami ini, mengawinkan
adiknya lebih dahulu dari pada kakaknya. Genapilah dahulu tujuh hari
perkawinanmu dengan anakku ini; kemudian anakku yang lain pun akan diberikan
kepadamu sebagai upah, asal engkau bekerja pula padaku tujuh tahun lagi.” (Kej. 29:25-27)
Karena cintanya
kepada Rahel, Yakub bersedia memenuhi tuntutan Laban itu. Karena itulah ia
bekerja tujuh tahun lagi untuk Laban. Baru setelah itu Laban bersedia
menyerahkan Rahel untuk dinikahi Yakub.
Diskusi
- Apa yang kamu temukan dalam cerita ini tentang kesetiaan?
- Apa kaitan antara cinta dengan kesetiaan?
- Bila kamu menjadi Yakub, bersediakah kamu melakukan apa yang diminta Laban – bekerja 14 tahun tanpa gaji untuk mendapatkan Rahel? Kalau ya, jelaskan mengapa demikian! Kalau tidak, sebutkan alasan-alasan kamu.
- Sebutkan dan jelaskan contoh-contoh tentang kesetiaan di dalam hidup sehari-hari, dan jelaskan pula bagaimana kesetiaan itu mencerminkan cinta kasih seseorang kepada orang lain (orangtua, anak, kekasih, dan lain-lain).
D. KESETIAAN DALAM HIDUP SEHARI-HARI
Kita dapat
menemukan banyak contoh tentang kesetiaan dalam kehidupan sehari-hari. Ada
kesetiaan yang dituntut sebuah perusahaan dari karyawannya. Kesetiaan yang
dituntut sebuah partai dari para anggotanya. Atau kesetiaan di antara
teman-teman. Bagaimana menurut pendapatmu tentang kasus-kasus di bawah ini –
manakah di antaranya yang dapat disebut sebagai kesetiaan yang benar? Bacalah
dengan cermat dan nyatakan sikap kamu, apakah kamu mau mendukungnya atau tidak,
sebagai perwujudan kesetiaan kamu.
Lingkari Ya atau
Tidak sesuai dengan sikap kamu
Kasus |
Sikap kamu |
Kalau kamu benar-benar teman yang setia, kamu harus
menolong aku waktu
ulangan nanti. |
Ya / Tidak |
Kamu harus menunjukkan kesetiaan kamu kepada negara dengan mendukung semua program pemerintah, apapun
program tersebut. |
Ya / Tidak |
Kalau
kamu memang bagian dari kelompok kami, kamu harus ikut dalam
tawuran melawan
anak SMA “Kebon Pisang” nanti siang! |
Ya / Tidak |
Temanmu mengalami musibah karena
rumahnya di permukiman yang
ilegal kebakaran. Teman-teman mengajak kamu mengumpulkan uang untuk
menolong dia dan keluarganya. |
Ya / Tidak |
Hari Jumat depan
adalah “hari kejepit
nasional”, karena hari Kamisnya kita libur. Mari kita ramai-
ramai membolos! |
Ya / Tidak |
Orang bisa salah
memahami arti kesetiaan, dan karena itu bertindak keliru di dalam kesetiaannya.
Kesetiaan harus disertai pula oleh sikap kritis. Jadi kita tidak begitu saja
mendukung teman kita dengan menunjukkan solidaritas yang membabi-buta. Bila apa
yang dilakukan oleh temanmu tidak baik atau bukan sesuatu yang memberikan
dampak yang positif, maka kamu tidak perlu setia dengan teman-teman kamu itu.
E. KESETIAAN MENURUT ALKITAB
Kesetiaan adalah
kata yang sangat penting dalam Alkitab. Kata “setia” atau “kesetiaan” muncul
sebanyak 130 kali di dalam seluruh Alkitab. Di dalam Perjanjian Lama kata
“kasih setia” muncul sebanyak 167 kali dan “kesetiaan” 52 kali. Di dalam Kitab
Mazmur sendiri kata “kasih setia” muncul masing-masing sebanyak 110 kali dan
“kesetiaan” 28 kali. Dari sini saja kita sudah bisa melihat betapa pentingnya
“kesetiaan” di dalam pemahaman Alkitab.
Kata “setia” atau
“kesetiaan” sangat erat hubungannya dengan “kasih.” Dalam bahasa Ibrani, kata
“kasih” diterjemahkan menjadi khesed, yang di dalam Alkitab bahasa Indonesia
biasanya diterjemahkan menjadi “kasih setia.” Mengapa demikian? Alasannya,
“kasih” tidak bisa berdiri begitu saja tanpa kesetiaan. Artinya, tidak cukup
kalau orang mengatakan “Aku sayang kamu,” tanpa menunjukkan kesetiaan kepada
orang yang disayanginya itu. Dalam Alkitab, kasih Allah digambarkan sebagai
kasih yang setia. Gambaran ini pula yang diberikan oleh Tuhan Yesus tentang
sang ayah yang menantikan anaknya yang sangat dikasihinya dalam perumpamaan
Anak yang Hilang (Luk. 15:20-24). Sikap ini bertolak belakang dengan sikap anak
pertama yang tidak senang melihat ayahnya mengadakan pesta besar untuk
menyambut kepulangan adiknya yang hilang dan kini telah kembali.
Kasih Allah yang
digambarkan sebagai kasih yang penuh kesetiaan ini, dilukiskan dalam ayat-ayat
seperti Mazmur 103:8-13 yang berbunyi,
TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan
berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya
Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan
tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi
langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang
takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita
pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN
sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.
Dalam Kitab
Ratapan 3:22 juga dikatakan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak
habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan- Mu!”
Ayat-ayat inilah yang menjadi dasar dari lagu yang kita nyanyikan pada awal
pelajaran ini, “Setia-Mu Tuhanku, tiada bertara.”
Ya, kesetiaanTuhan
sungguh luar biasa. Setiap pagi dengan setia Ia membuat matahari terbit untuk
menerangi seluruh muka bumi dan menurunkan hujan yang membasahi bumi. Semua ini
memberikan kehidupan bagi setiap makhluk. Tuhan menyediakan berbagai sumber
makanan bagi kita manusia sehingga kita harus bersyukur kepada-Nya.
F. “NYAMANLAH JIWAKU”
Ada sebuah lagu
yang sangat indah, yang menggambarkan perasaan seorang Kristen di tengah-tengah
perjuangan hidupnya yang berat. Lagu itu berjudul “It is Well with My Soul”.
Dalam bahasa Indonesia, lagu ini diterjemahkan menjadi “Nyamanlah Jiwaku.” Lagu
ini ditulis oleh Horatio G. Spafford. Spafford adalah seorang pengacara yang
sukses dan sangat kaya, karena memiliki berbagai bangunan di kota Chicago,
Amerika Serikat.
Pada tanggal 8
hingga 10 Oktober 1871, kota Chicago dilanda kebakaran hebat yang menewaskan
ratusan orang dan menelan wilayah sekitar 9 km2. Spafford ikut menolong
orang-orang yang menjadi korban kebakaran itu.
Dua tahun kemudian Spafford merencanakan
perjalanan ke Eropa bersama keluarganya. Ia ingin memberikan liburan yang
sangat dibutuhkan keluarganya dan juga kesempatan untuk melupakan tragedi yang
menimpa mereka. Spafford juga ingin bergabung dengan sebuah tim penginjilan di
Inggris. Istri dan keempat anak perempuannya berangkat lebih awal dengan kapal
Ville du Havre, sementara Spafford harus tinggal beberapa hari di Chicago untuk
menyelesaikan masalah pembagian wilayah kota setelah kebakaran besar itu.
Sementara menyeberangi Samudera Atlantik, kapal yang ditumpangi istri.
Spafford dan
anak-anaknya menabrak sebuah kapal lain. Anna, istrinya, selamat dan
mengirimkan sebuah telegram yang kini menjadi terkenal dengan isi yang singkat,
“Saved alone…” (“Satu-satunya yang selamat”). Tak lama kemudian, sementara
dalam perjalanan untuk menyusul istrinya, Spafford mendapatkan ilham untuk
mengungkapkan perasaannya sementara kapalnya melalui tempat yang tidak jauh
dari lokasi kecelakaan yang menewaskan anak- anaknya itu. Itulah yang kemudian
menjadi lagu “Kendati Hidupku Tent’ram” (NKB 195).
Kendati hidupku tent’ram dan senang, dan walau derita
penuh, Engkau mengajarku bersaksi tegas: S’lamatlah, s’lamatlah jiwaku.
Reff:
S’lamatlah (s’lamatlah) jiwaku (jiwaku), S’lamatlah,
s’lamatlah jiwaku.
Kendatipun susah terus menekan dan iblis geram
menyerbu, Tuhanku menilik anakNya tetap; S’lamatlah, s’lamatlah jiwaku.
Yesusku mengangkat di salib kejam dosaku dan aib
sepenuh. Hutangku dibayar dan aku lepas, puji Tuhan, wahai jiwaku.
Ya Tuhan, singkapkan embun yang gelap dapatkan seg’ra
umat-Mu. ‘Pabila serunai berbunyi gegap, ‘ku seru: s’lamatlah jiwaku.
Pengalaman Spafford
menggambarkan bagaimana orang Kristen menghadapi penderitaannya dengan mengandalkan
kasih Tuhan. Spafford memiliki kekuatan yang luar biasa ketika bisnisnya hancur
dimakan api yang melanda sebagian besar kota Chicago, dan kemudian keempat
anaknya mati tenggelam dalam kecelakaan kapal laut. Ia menghadapi semuanya
dengan tabah, karena ia tahu bahwa Allah itu setia.
G. KESETIAAN KEPADA TUHAN
Dibagaian
sebelumnya kita sudah melihat bagaimana Tuhan Allah yang kita kenal lewat
Alkitab adalah Tuhan yang setia kepada kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dalam
Mazmur 85:9-14 digambarkan bagaimana Tuhan Allah itu setia kepada umat-Nya.
Pada ayat 9 pemazmur mengungkapkan perkataan Allah, yaitu kata-kata penghiburan
dan perdamaian bagi umat Allah. Ayat 9-10 menjanjikan keutuhan dan
kesejahteraan bagi Israel. Kemuliaan Allah akan kembali memenuhi seluruh
negeri. Dalam ayat 11-14 kita menemukan gambaran tentang keselamatan Allah yang
didasarkan pada kasih Allah yang tidak berubah serta kesetiaan-Nya yang akan
mempertemukan umat dengan Allah dan sesamanya. Keadilan Allah akan menghadirkan
perdamaian.
Namun kita harus
mengingat bahwa kesuburan negeri tidak akan terjadi begitu saja. Kepulihan
bangsa yang sesungguhnya hanya akan tercapai apabila ada keadilan dan kebenaran
di seluruh negeri. Kesetiaan Allah harus disambut dengan perubahan cara hidup
seluruh bangsa Yehuda. Ini jelas sekali terlihat dalam ayat 9-10 mazmur ini:
9Aku
mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, TUHAN. Bukankah Ia hendak
berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang- orang yang
dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan?
10Sesungguhnya
keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga
kemuliaan diam di negeri kita.
Umat Allah akan
kembali mengalami masa-masa yang baik, apabila di dalam hidup mereka itu “Kasih
dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman.
Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilan akan menjenguk dari langit.”
Tanpa respon dari umat Allah berupa kasih dan kesetiaan mereka terhadap
kesetiaan yang Allah telah lebih dahulu perlihatkan, kesejahteraan tidak akan
pulih kembali.
Dapatkah kita
membuktikan hal ini? Sudah tentu! Coba perhatikan negara negara yang maju dan
makmur di seluruh dunia. Coba sebutkan nama-nama negara itu. Lalu amati, apakah
di sana ada keadilan atau ketidakadilan? Apakah di sana banyak orang jujur
ataukah orang curang? Apakah banyak pejabatnya yang korupsi ataukah kebanyakan
dari mereka hidup bersih?
Dari bacaan kita
ini jelas sekali bahwa kemakmuran dan kesejahteraan akan hadir di tengah
masyarakat kita apabila di situ ada kejujuran, keadilan, kasih dan kesetiaan.
Di dalam
Perjanjian Baru, orang Kristen lebih memahami kesetiaan Allah secara mendalam
lewat pengutusan Anak-Nya, Yesus Kristus, yang menyelamatkan manusia dan
melepaskannya dari kuasa maut. Dalam Yohanes 3:16 dikatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Dari sini kita bisa melihat betapa besarnya kasih setia-Nya kepada kita. Nah,
apabila kita sudah memahami arti kesetiaan Allah yang sangat besar itu,
bagaimanakah seharusnya sikap hidup kita kepada-Nya dan kepada sesama kita?
Sekarang, marilah
kita membaca Matius 28:18-20. Di bagian ini kita menemukan perintah Tuhan Yesus
kepada murid-murid-Nya supaya mereka pergi ke seluruh dunia untuk memberitakan
Injil dan mengajak setiap orang melaksanakan perintah-Nya. Apakah isi perintah
itu? Tidak lain daripada mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran
kita, serta mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Dan untuk itu,
Tuhan Yesus berjanji untuk menyertai kita “sampai kepada akhir zaman.”
Mungkin muncul
pertanyaan, “Kenapa Tuhan Yesus harus menyertai kita, kalau kita cuma diperintahkan
untuk mengasihi Allah dan sesama kita? Itu ‘kan gampang dan sederhana sekali?” Pada
kenyataannya mengasihi Allah dan sesama itu tidak begitu mudah. Orang-orang
Kristen perdana mempertaruhkan hidup mereka ketika mereka dilarang Kaisar Roma
mengasihi Allah. Sebaliknya, mereka diperintahkan, bahkan diwajibkan, menyembah
Kaisar. Mereka yang menolak perintah itu banyak yang tewas dibunuh Kaisar atau
berakhir nyawanya di arena pertandingan melawan singa atau banteng buas.
Pada zaman modern,
ketika materialisme dan hedonisme menjadi nilai dan gaya hidup banyak orang,
mengasihi Allah pun menjadi sesuatu yang langka. Orang lebih mencintai uang dan
harta kekayaan. Kita sering menemukan orang yang dengan mudah menanggalkan iman
dan kesetiaannya kepada Allah, demi memperoleh harta dan jabatan. Padahal Tuhan
Yesus dengan jelas mengatakan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan
kepada Mamon” (Mat. 6:24).
Mengasihi sesama
pun tidak begitu mudah. Di berbagai tempat dan zaman kita pernah menemukan
bagaimana sekelompok orang ditindas karena warna kulitnya, keyakinannya,
keadaan fisiknya, dan lain-lain. Orang kulit hitam dijadikan budak dan dianggap
warga kelas dua di Amerika Serikat dan di Afrika Selatan beberapa waktu yang
lalu serta dilarang masuk ke gereja orang kulit putih. Orang-orang Yahudi
ditangkapi oleh pemerintah Nazi di bawah Hitler karena etnis dan keyakinan
mereka. Orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus-mereka yang tunanetra,
tunarungu, tunawicara, tunadaksa, dan lain-lain-seringkali merasa disisihkan
dan diabaikan. Mungkin pula di kelas kamu ada teman-teman yang karena sesuatu
hal sering mengalami bullying yaitu tindakan yang mengejek, menghina, atau
bahkan tindakan kekerasan. Dalam keadaan seperti itulah kita dipanggil Tuhan
untuk menyatakan kasih Allah kepada mereka yang dianggap tidak layak dikasihi
ini. Adakah di antara kalian yang berani menunjukkan kasih kalian kepada
orang-orang seperti itu? Beranikah kamu melawan kecenderungan teman-teman atau
kelas yang justru mengejek atau mem-bully orang-orang seperti itu?
Kalau kamu takut
menghadapi situasi seperti itu, ingatlah janji Tuhan Yesus, “… Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman.” Ini sungguh suatu janji yang manis dan menguatkan,
bukan?
Evaluasi
- Menurut kamu, apakah arti “kesetiaan” itu sebenarnya?
- Berikan contoh-contoh perbuatan setia dalam kehidupan sehari-hari!
- Berikan pula contoh-contoh tentang kesetiaan yang keliru dalam kehidupan sehari-hari!
- Kalau kasih Allah kepada kita sedemikian besar, lalu bagaimanakah sikap kita yang seharusnya kepada Dia? Apakah kita akan mengkhianati-Nya dengan berbuat tidak setia kepada Tuhan?
- Tindakan-tindakan apakah yang menunjukkan ketidaksetiaan kita kepada Allah? Perbuatan-perbuatan apakah yang pasti akan membuat Tuhan merasa sedih kepada kita?
- Buatlah sebuah puisi, lagu, gambar atau kisah pengalaman yang melukiskan bagaimana kamu menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan dalam perjuangan demi keadilan dalam kehidupan sehari-hari.
H. RANGKUMAN
“Kesetiaan” adalah
sebuah konsep yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kesetiaan
ditemukan dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain, dengan keluarga,
orangtua, dengan komunitas atau kelompok yang lain, dengan negara, dan juga
dengan Tuhan. Kesetiaan dapat kita lihat dalam kesediaan seseorang membela atau
menolong orang lain, mengasihinya dan kesediaannya untuk tidak meninggalkan
pihak yang lain.
I. Penutup
Doa Penutup: Susunlah sebuah doa yang berisi janji setia kamu kepada Allah yang setia kepada kamu.