Bab XI. Home Sweet
Home
Bahan
Alkitab: Kej. 30:1-24; 2 Tim. 1:5
Keluarga Ideal
Tentu
kita masing-masing mendambakan memiliki rumah yang nyaman bukan? Rumah bukan
sekedar tempat untuk bernaung dari hujan dan panas terik. Namun umumnya
sebagian orang yang terlalu sibuk, secara tidak langsung dapat membentuk rumah
menjadi warung makan saja atau seperti penginapan saja. Karena terlalu sibuk
dengan pekerjaan dan aktivitasnya, kebersamaan dengan keluarga malah terbengkalai.
Akhirnya setiap penghuni rumah menjadi sibuk dengan kebutuhannya sendiri tanpa
ada kedekatan antara orang tua dengan anak dan juga antara kakak-adik. Rumah
seharusnya menjadi tempat yang paling indah bagi penghuninya “Home Sweet Home”.
Akibatnya dimana saja dan kapan saja rumah selalu dirindukan dan selalu
diingat.
Sesungguhnya
para remaja memandang rumah sebagai tempat yang penuh dengan kenangan sejak
kanak-kanak, kenangan tentang suka maupun duka. Rumah yang sederhana, nyaman,
tenang, penuh kasih sayang dan damai adalah tempat tingal yang ideal. Sebagai
contoh gambaran paling ideal bagi keluarga Kristen adalah Keluarga Kudus dari
Maria dan Yusuf di Nazaret. Maria, Yusuf, dan Tuhan Yesus selalu merayakan
hari-hari besar di bait Allah (Misalnya hari raya Pondok Daun). Dalam (Luk.
2:41-52) dijelaskan bahwa Tuhan Yesus pada masa remaja taat pada orang tua
duniawinya dan menikmati hidup bersama keluarga. Dia berkembang secara sehat
dan utuh. Dia dikasihi oleh Allah dan sesama. Keluarga tersebut merupakan
teladan bagi setiap pasangan kristiani dalam membina keluarga. Dalam kehidupan
sehari-hari, hendaknya masing-masing keluarga Kristen dapat menghadirkan
Kristus dalam kehidupannya. Dengan demikian, keluarga Kristen dapat berkembang
menuju kesempurnaan seperti yang dikehendaki Tuhan.
Rumah Sebagai
Tempat yang Nyaman
Di
samping kebutuhan materi dan spiritual, tentu saja kita juga membutuhkan
suasana rumah yang nyaman, menyenangkan, dan hangat. Ini semua bukanlah hanya
pekerjaan seorang ibu namun, menjadi tanggungjawab semua anggota keluarga baik
laki-laki maupun perempuan. Saat ini telah terjadi perubahan sosial yang pesat.
Banyak perempuan dan ibu yang memiliki peran ganda, yakni mengurusi masalah
rumah tangga (domestik) maupun bekerja untuk mencari nafkah di luar rumah
(ruang publik). Kalau perempuan sudah melakukan terobosan ke dunia publik maka
sudah saatnya para anak laki-laki dan suami juga harus mampu melakukan
tugas-tugas di bidang domestik. Dengan demikian akan dicapai keseimbangan,
tidak ada yang mempunyai “beban ganda”, tidak ada lagi pekerjaan yang diberi
label “pekerjaan laki-laki dan pekerjaan perempuan. Kita semua perlu berubah,
karena adanya perkembangan pesat di bidang sosial dan budaya. Masing-masing
orang dalam keluarga dapat menciptakan suasana rumah menjadi suasana yang
nyaman dan menyenangkan.
Setiap
manusia mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang keluarga yang ideal.
Mungkin ada yang berpikir bahwa keluarga yang ideal itu apabila memiliki segala
perabotan mewah dalam rumah atau sering mengadakan pesta yang mewah, dan sering
berlibur ke luar negeri atau ke luar kota. Namun, mungkin ada yang berpendapat
bahwa keluarga ideal itu adalah keluarga yang sederhana, memiliki relasi yang
intim satu dengan yang lain, dan masing-masing orang dapat saling membantu.
Diskusi dengan teman-temanmu kemudian jawablah
beberapa pertanyaan di bawah ini!
- Apa makna atau arti keluarga bagi kamu?
- Seperti apakah keluarga yang ideal menurut kamu?
- Bagaimana peran laki-laki dan perempuan di keluarga kamu
- Apakah dalam keluargamu perempuan (ibu dan saudara perempuan) sudah diperlakukan dengan adil dan tidak menjadi korban? Karena seringkali mereka memiliki tiga peran (sebagai ibu dan istri, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai perempuan pencari nafkah). Namun, kedudukannya kurang dihormati dan tidak setara dengan laki-laki?
Di
dalam rumah, prioritas menjadi keluarga yang utuh itu penting. Banyak keluarga
para remaja yang saat ini mengalami masalah, dimana orang tua tidak saling
mengasihi, banyak timbul kekerasan dalam keluarga, sehingga akhirnya
menimbulkan banyak perceraian. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa pendidikan
iman mempunyai kedudukan yang penting. Banyak krisis keluarga karena mereka
sudah meninggalkan Kristus dan tidak ada lagi cinta dalam keluarga.
Tuhan
memberikan mandat kepada orang tua untuk mendidik anak, tetapi kadang-kadang
orang tua sibuk hanya untuk memenuhi kebutuhan anak secara materi, dan
mengabaikan kebutuhan mental dan rohani. Akibatnya anak sering berada di luar
rumah untuk menghindari permasalahan keluarga. Seharusnya keluarga merupakan
tempat masing-masing orang termasuk anak-anak dapat bertumbuh secara fisik,
mental, dan spiritual. Oleh karena itu setiap keluarga perlu menyadari, betapa
pentingnya menanamkan iman tentang Allah dan karya-Nya sedini mungkin kepada
anak, baik melalui proses pendidikan maupun sosialisasi.
Anak-anak
dapat bertumbuh imannya berkat pengaruh suasana kristiani yang dialami dan
meresapi kehidupan keluarga. Ada doa dan kebaktian harian bersama setiap hari
(bisa mencari waktu khusus malam hari atau pagi hari kurang lebih 10 menit).
Merayakan secara sederhana keadaan tertentu, misalnya ada yang ulang tahun,
lulus ujian, naik kelas, dan saling berbagi dalam suka maupun duka. Anak-anak
juga akan bertumbuh kehidupan rohaninya bila orang tua dan masing-masing orang
dalam kehidupan sehari-hari memberi tekanan kepada penghayatan iman. Misalnya
dengan bersikap adil terhadap asisten rumah tangga, menyatakan pendiriannya
terhadap korban penindasan, diskriminasi, penyalahgunaan kekuasaan, dan
menunjukkan pengertian terhadap kelemahan manusia tanpa merendahkannya. Kita
semuanya sebagai anggota keluarga baik ibu maupun bapak, anak-anak, nenek atau
kakek, dan semua yang tinggal di rumah mempunyai tanggung jawab bersama membuat
rumah “Home Sweet Home”.
Kejadian 30:1-24
Teks
ini mengisahkan tentang kehidupan keluarga Yakub, yang mengalami banyak sekali
ketidakwajaran. Awal cerita, Yakub menyukai Rahel dan ingin menikahinya, tetapi
pada waktu pesta pernikahan Laban mertuanya tidak memberikan Rahel untuk
menjadi istrinya tetapi Lea kakaknya, Yakub marah akhirnya Laban berjanji akan
memberikan Rahel apabila Yakub bekerja lagi padanya selama 7 tahun, dan Yakub
menyetujuinya. Singkat cerita (dalam era Perjanjian Lama) Yakub memiliki 2
istri, dalam pernikahan itu mulai timbul masalah, sebab Lea memiliki anak
sedangkan Rahel tidak, lalu Rahel dan Lea masing masing memberikan budaknya
untuk mendapatkan anak-anak. Namun pada akhirnya Rahel mendapatkan anak dari
rahimnya sendiri.
Keluarga seperti ini jelas tidak menjadi teladan tapi inilah
realita hidup manusia berdosa yang penuh kelemahan dan kekurangan. Pada zaman
Perjanjian Lama (PL) memang wajar bila terjadi hal demikian, karena waktu itu
tidak ada aturan yang jelas ditambah masih diberlakukannya budaya poligami.
Jika istri tidak punya anak, ia bisa memberikan budaknya untuk menikah dengan
suaminya (ingat: dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus mengubah poligami menjadi
monogami).
Bila
melihat latar belakang Yakub, dapat diketahui juga bahwa dia adalah seorang
yang terkenal sebagai penipu. Ia menipu ayahnya dan Esau saudaranya untuk
mendapatkan hak kesulungan.
Dari
nats tersebut kita bisa belajar memahami bahwa adanya penipuan, usaha-usaha
yang tidak sehat untuk memuaskan keinginan diri, dan mendapatkan hak-hak yang
bukan bagiannya. Hal ini dapat menimbulkan suasana yang buruk dalam keluarga
dan memengaruhi relasi-relasi yang dibangun dengan orang lain. Akibatnya
suasana keluarga menjadi tidak menyenangkan atau tidak indah.
2 Timotius 1:5
Teks
ini mengisahkan tentang kehidupan pemimpin muda Timotius yang telah dididik
sesuai dasar-dasar Alkitabiah sejak masa kanak-kanak. Timotius yang masih muda
bisa dapat menjadi pemimpin bahkan menjadi perintis pekabaran Injil serta
pemikir Kristen, karena didikan yang diterimanya dari keluarganya. Paulus,
sebagai rasul yang besar dan terkenal, bahkan menyebutnya sebagai satu-satunya
orang “yang sehati dan sepikir” serta yang tidak mencari kepentingannya
sendiri, melainkan kepentingan Kristus (Flp. 2:20). Nama Timotius berasal dari
kata Yunani yakni Timotheo artinya menghargai Allah, atau takut akan Tuhan.
Timotius adalah putra seorang perempuan Yahudi beragama Kristen bernama Eunike
yang bersuami seorang Yunani (lihat Kis. 16:1). Timotius dididik secara
kristiani oleh ibunya. Selain itu dia juga menerima didikan secara kristiani
dari neneknya yang bernama Lois (lihat 2 Tim.1:5). Alkitab menjelaskan bahwa pengaruh
pertama yang dialami Timotius adalah pengaruh asuhan orang tuanya, terutama ibu
dan neneknya yang mengajarkan kepadanya tentang isi Alkitab. Nama Lois dan
Eunike muncul sekali dalam Alkitab, meskipun demikian nama mereka tercatat
dalam sejarah karena mereka meninggalkan kesan yang tidak terhapuskan dalam
kehidupan Rasul Paulus.
Perkenalan Rasul Paulus dengan Timotius dicatat di
dalam Kisah Rasul 16:1-3. Dalam ayat tersebut, Timotius muda dipercaya Rasul
Paulus untuk ikut dalam pelayanan misinya yang kedua (Kis. 15:36-18:22).
Melalui pelayanan inilah, Timotius bertumbuh menjadi murid dan anak rohani
Paulus akhirnya menjadi pemimpin muda yang memiliki kualitas kristiani yang
bagus. Kehidupan keluarga Timotius menjadi satu contoh yang patut diteladani oleh
setiap keluarga Kristen.
- Bagaimana kehidupan keluarga dalam kedua teks Alkitab tersebut?
- Pelajaran apa saja yang dapat kamu petik dari teks Alkitab yang dibaca?
- Hal-hal apa yang dianggap negatif dan positif dari teks tersebut, bagaimana jika dihubungkan dengan keluarga masa kini?